29 Maret 2024
12 / 100

Dimensi.id-Koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar, menganggap kebijakan pembayaran 75 persen dari upah yang biasa diterima buruh, bukan solusi efektif untuk menekan angka PHK. “Saat ini mayoritas hubungan kerja di perusahaan padat karya termasuk orientasi ekspor adalah status PKWT ( Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) dan outsourcing, dengan kata lain PHK tetap mudah dilakukan. Isi Permenaker Nomor 5 tahun 2023 ini sangat rawan dimanfaatkan oleh perusahaan lain yang tidak sesuai ketentuan,” kata Timboel (kumparan.com,19/3/2023).

 

Timboel dalam rangka merespon kebijakan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang mengizinkan eksportir melakukan pemotongan gaji maksimal 25 persen yang biasa diterima karyawan per bulan dan pengurangan jam kerja dalam rangka mengurangi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Eksportir yang boleh memotong gaji adalah yang terdampak perubahan ekonomi global dapat. Aturan itu terdapat di Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.

 

“Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–Februari 2023 mencapai USD 43,72 miliar atau naik 10,28 persen dibanding periode yang sama tahun 2022. Sementara ekspor nonmigas mencapai USD 41,05 miliar atau naik 8,73 persen,” jelas Timboel lagi. “Apalagi mata uang asing seperti dolar Amerika terus menguat. Ini artinya pendapatan mata uang asing lebih besar dan bila ditukarkan ke rupiah, maka rupiah akan semakin besar. Cash flow semakin membaik. Ini artinya alasan melakukan PHK tidak objektif lagi,” tambahnya.

 

Sementara itu pemerintah beralasan menerbitkan Permenaker 5 tahun 2023 adalah untuk mencegah terjadinya PHK di industri padat karya tertentu, terutama yang berorientasi ekspor. Hal ini disampaikan oleh Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Indah Anggoro Putri. Industri padat karya berorientasi ekspor yang dimaksud dalam Permenaker itu meliputi industri tekstil dan pakaian jadi, industri alas kaki, industri kulit dan barang kulit, industri furnitur, dan industri mainan anak. Sementara tujuan ekspor yang dimaksud dalam beleid tersebut spesifik untuk tujuan ekspor Amerika Serikat dan Uni Eropa.

 

Berbanding terbalik dengan pendapat Timboel yang mengatakan kondisi industri padat karya tidak separah yang dikatakan pemerintah, dimana permintaan dari luar negeri terus meningkat. Indah memaparkan, nilai ekspor industri-industri tersebut sedang dalam tren penurunan yang signifikan. Misalnya, ekspor industri tekstil yang ekspor ke Amerika Serikat pada Januari-Februari 2021 sebesar USD 53,5 juta turun menjadi USD 37,9 juta pada Januari-Februari 2022, atau turun 29,23 persen.

 

Senada dengan pendapat pemerintah, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menilai, ketentuan tersebut akan memberikan ruang gerak kepada pelaku usaha dalam mempertahankan lapangan kerja dan produktivitas di tengah fenomena normalisasi ekspor global. “Kami sangat mengapresiasi kebijakan permenaker 5/2023.” (Kompas.com,20/3/2023). Karena komunikasi terkait ketentuan baru ini tidak akan mudah, apalagi jelang periode Ramadhan dan Lebaran kebutuhan pekerja diprediksi meningkat, Shinta menekankan perlunya ada komunikasi antara pekerja dan pengusaha atau biparti yang baik, mengingat pemotongan gaji hanya bisa dilakukan dengan persetujuan pekerja. “Karena itu, kami harap pekerja bisa memahami dan bisa berdialog secara konstruktif sehingga sebanyak mungkin lapangan kerja bisa dipertahankan,” ujar Shinta.

 

Pro dan kontra wajar muncul, sebab jelas pengesahan Permenaker ini kembali menimbulkan ketegangan antara buruh dan pengusaha. Padahal selama ini boleh dibilang hubungan keduanya belum bisa dikatakan akur, sebab masih saja terjadi ketidaksepahaman yang kemudian memunculkan bentrok dan demo. Sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden KSPI Said Iqbal, “Kami menolak Permenaker No 5/2023 yang membolehkan perusahaan padat karya tertentu orientasi ekspor membayar upah 75%. Hal itu jelas melanggar Undang-Undang.” (cnbcindonesia.com, 19/3/2023).

 

Lebih lanjut, jika nilai penyesuaian upah ini di bawah upah minimum, maka itu adalah tindak pidana kejahatan. Apalagi ada aturan yang dilanggar dalam penerapan aturan ini. Ia pun menyerukan para buruh melakukan mogok kerja jika upahnya dikurangi. Tak hanya itu, Said Iqbal mengatakan bakal mendemo Kantor Menteri Ketenagakerjaan dan mengajukan gugatan ke PTUN.

 

Miris, di Negeri Sendiri Buruh Diperdaya, Pengusaha Dibela

 

Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 membolehkan pemotongan gaji buruh sebesar 25% bila perusahaan terdampak krisis global. Padahal saat ini nasib para buruh dalam kondisi rawan karena menjadi pekerja kontrak dan adanya sistem outsourcing sebagai buah UU Ciptaker yang sudah disahkan oleh DPR. Sungguh nasib para buruh makin mengenaskan dalam tatanan sistem ekonomi kapitalis. Mirisnya, negara justru membuat regulasi yang menguntungkan pengusaha.

 

Selalu yang dimunculkan adalah solusi pragmatis, dimana tujuannya hanya sekadar menghibur pekerja dan mengurangi kegaduhan, apalagi jika konflik yang tidak bisa dihindari ini hingga menghilangkan nyawa. Berlarut-larut pembahasannya. Kapitalisme membuat sebuah kebijakan pemerintah melenceng dari seharusnya. Hal karena asas yang melandasi sistem aturan ini adalah manfaat. Jadilah hubungan negara menjadikan asas manfaat, keuntungan sebagaimana pengusaha dengan pembelinya.

 

Maka, jelas kesejahteraan tidak akan pernah tercapai, kata sepakat antara pengusaha dan pembeli tidak akan lebih dari anda jual saya beli, sementara apakah ada rakyat yang tak mampu beli atau pengusaha yang keberatan dan merugi tidak lagi menjadi perhatian. Pengesahan Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 benar-benar kebijakan vampir yang haus darah, dari sisi pekerja dia dihadapkan pada menurunnya pendapatan dan tidak jelasnya masa depan, sementara biaya hidup yang tinggi terus membayangi dia dan keluarganya. Hidup semakin sulit.

 

Sementara dari sisi pengusaha, kebijakan ini menjadi peluang ia berlepas tangan dari akad kerja yang obyektif. Ia memandang pekerja sebagai beban, karena ada kewajiban menjamin kesejahteraan pekerja yang semestinya bukan menjadi bebannya. Inilah bukti cacatnya sistem kapitalisme, membuat negara berlepas tangan dari kewajiban seharusnya, mensejahterakan rakyat sekaligus membuat keadaan saling menekan antara pekerja dan pengusaha. Tak bisa keadaan ini dibiarkan secara terus menerus, bukannya bekerja membutuhkan suasana aman? Bukankah usaha sudah wajar jika menghasilkan keuntungan?

 

Hanya Islam Solusi Tuntas Masalah Pekerja-Pengusaha

 

Jelas kita butuh perubahan, persoalan harus didudukkan dengan benar pada tempatnya, dan hanya Islam yang mampu menjawab persoalan ini. Islam sangat memperhatikan nasib para pekerja. Ada berbagai mekanisme dalam Islam yang membuat pekerja mendapatkan gaji yang memungkinkan untuk hidup layak. Pertama adalah mewajibkan setiap orang untuk bekerja agar dapat menafkahi keluarganya, maka dengan itu negara wajib membuka lapangan pekerjaan seluas mungkin bagi rakyat. Paling mudah adalah bekerja di BUMN murni milik negara yang mengelola sumber daya alam negeri ini.

 

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw berikut ini, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api“. (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Negara tidak boleh menjual kepemilikan umum ini kepada asing maupun swasta, melainkan mengelolanya sendiri dan mengembalikan hasilnya untuk kesejahteraan rakyat melalui pemenuhan enam kebutuhan asas yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan.

 

Kedua, negara akan mendorong setiap kepala keluarga atau kerabat untuk menafkahi orang-orang yang berada dalam tanggungannya, jika kemudian mereka lemah maka akan dibiayai oleh negara. Ketiga, negara tidak akan mencampuri urusan pengusaha dengan pekerja, semua itu sesuai akad yang terjadi antara pekerja dan pengusaha saja, kecuali jika ada sengketa terkait upah, maka negara akan mendatangkan ahli untuk menyelesaikannya. Namun bukan menentukan UMR ataupun UMK. Pengusaha tidak dibebani biaya kesejahteraan pekerja sebab itu sudah masuk dalam jaminan negara.

 

Keempat, pendidikan, kesehatan dan keamanan akan menjadi prioritas negara juga sehingga mampu menjamin perekonomian menjadi lebih baik dengan munculnya output yang cerdas, melek teknologi sekaligus beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Keamanan juga berada dalam kendali negara, bukan asing apalagi kafir. Negara akan memilih dan memilah bentuk kerjasama luar negeri berikut dengan siapa negara akan mengadakan hubungan perdagangan. Sehingga tidak timbul konflik baik dalam tubuh perusahaan maupun negara, suasana perekonomian tenang, maka berpengaruh pada rakyat yang hidup dengan kondisi yang mudah dan lebih baik.

 

Baitul Mall adalah badan keuangan yang dimiliki negara berdasarkan syariat, pos pendapatan maupun pengeluarannya sudah mutlak ditentukan oleh syariat, sehingga lebih pasti dan solid dibandingkan APBN dalam sistem kapitalisme hari ini, sehingga dengan Baitul Mall ini negara mampu memberikan jaminan kesejahteraan melalui pemenuhan kebutuhan pokok, individual maupun komunal. Wallahu a’lam bish showab. [DMS].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.