27 Maret 2024

Kehidupan dunia adalah semu, melalaikan dan penuh dengan tipu daya. Sedangakan kehidupan akhirat adalah kehidupan yang sejati dan kehiupan yang sesungguhnya. Kesenangan dunia tidak ada apa-apanya dibandingkan kesenangan di akhirat kelak. Kesenangan dunia tidak bisa menyamai kebahagiaan akhirat sedikitpun.

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“Demi Allah dunia itu melebihi hinanya bangkai, yang kalian diberi saja tidak mau”
Semoga kita semakin bersemangat mendekatkan diri kepada Allah. Dan jangan terburu-buru saat beribadah hanya karena demi urusan dunia. Karena sesungguhnya dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir. Manusia boleh-boleh saja menikmati kesenangan dunia, asalkan tidak sampai melalaikannya. Sebagai seorang muslim kita harus mengejar akhirat tanpa melupakan kesenangan dunia. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
وَمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَآ إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ ۖ وَلَلدَّارُ ٱلْءَاخِرَةُ خَيْرٌ لِّلَّذِينَ يَتَّقُونَ ۗ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Dan kehidupan dunia ini, hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Tidakkah kamu mengerti?” (QS Al An’am : 32)

Allah Subhanahu wata’ala juga berfirman:
إِنَّمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ ۚ وَإِن تُؤْمِنُوا۟ وَتَتَّقُوا۟ يُؤْتِكُمْ أُجُورَكُمْ وَلَا يَسْـَٔلْكُمْ أَمْوَٰلَكُمْ
“Sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau. Jika kamu beriman serta bertaqwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu, dan Dia tidak akan meminta hartamu.” (QS Muhammad : 36)

Tetapi kita jangan terlalu serius mengejar dunia, santai tetapi banyak amal shalih. Karena kehidupan dunia ini hanyalah senda gurau atau permainan belaka. Dunia ini fana, hanya sementara sedangkan akhirat itulah yang kekal.
Realitasnya kehidupan dunia hanya tempat manusia mengembara dan akhiratlah tempat kembali. Dunia adalah tempat beramal atau melakukan amal shalih dan akhirat tempat pembalasan dari semua perbuatan manusia.

Ibnu Umar berkata:
“Bertindaklah engkau di dunia ini seperti orang asing / orang yang sedang melakukan perjalanan.”
• Bila berada di waktu sore jangan menunggu waktu pagi
• Bila berada di waktu pagi jangan menunggu waktu sore
• Pergunakanlah masa sehat sebelum sakit
• Pergunakanlah masa hidup sebelum mati

Perbanyak bekal untuk kehidupan hakiki yaitu akhirat. Dan optimalkan semua yang kita punya (badan, harta, waktu dll) untuk beribadah, untuk menyongsong sebelum kematian menghampiri.
Siapa yang rindu keridhaan Allah Subhanahu wata’ala dan cinta Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam harus mengorientasikan kehidupan akhirat. Karena kehidupan kita di dunia akan menentukan hasil di akhirat kelak.

Dalam QS Ali Imran ayat 15-17 Orang yang bertaqwa adalah
• Yang menyatakan keimanan kepada Allah dan Rasul
Meminta ampun atas kelalaian terhadap syariat dan sami’na wa atha’na ( mendengar dan menerima)
Dilandasi oleh keimanan terhadap Allah dan Rasul menjadikan seseorang takut kepada siksa akhirat yang begitu dahsyat dan sadar bahwa siksaan dunia (sakit, kesempitan dan semua cobaan) tidak seberapa dibandingkan siksa di akhirat.
• Sabar dalam menjalani ketaatan kepada Allah dan sabar dalam menajalani ujian dari Allah. Yang dengan sabar ini kelak akan menghalangi kita dari siksa neraka.
• Selalu benar dalam keimanan ( ihsan)
Senantiasa merasa diawasi oleh Allah.
• Terus menafkahkan hartanya di jalan Allah (sedekah, membiayai dakwah, membantu orang lain dll)

Sejatinya, dunia memang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 29 yang artinya berbunyi,
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.”
Dipahami dari ayat ini adalah bahwa bumi dijadikan untuk manusia, artinya manusi memiliki hak untuk memanfaatkan segala apa yang ada di dalamnya. Pemanfaatan itu tentu harus dipahami pada hal-hal yang mengandung maslahat saja, termasuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier, dalam ukuran yang diizinkan oleh syariat.

Tentu kita semua pernah mendengar atau membaca kisah viral seseorang yang memiliki kekayaan tiada bandingannya di muka bumi ini, Qarun. Dikisahkan bahwa pada awalnya Qarun adalah seseorang yang miskin. Lalu dia meminta Nabi Musa as. untuk mendoakannya agar diberikan kekayaan kepadanya. Doa itu akhirnya dikabulkan dan Qarun lantas menjadi orang yang kaya. Al-Quran menggambarkan betapa kekayaan tersebut sangat melimpah. Saking kayanya, bahkan kunci-kunci gudang hartanya sangat berat dan harus diangkat oleh beberapa orang kuat. Namun, kecintaannya yang berlebihan terhadap harta kekayaannya memunculkan perasaan sombong yang pada akhirnya mengantarkannya pada kebinasaan.

Imam Bukhari meriwayatkan satu hadis dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw. berkata, “Celaka budak dinar, dirham, dan kain (qathifah). Jika diberi dia ridha, jika tak diberi dia tak rela.” Melalui hadis tersebut, Rasulullah saw. menekankan bahwa sungguh tak elok manusia yang hatinya terpaku pada keberadaan harta. Menjadi kaya memang tidak salah, tapi menempatkan kekayaan pada hati tidaklah dianjurkan. Tercatat dalam sejarah, tidak sedikit para alim ulama yang mempunyai kekayaan yang banyak, namun kekayaan tersebut tidak menggoyahkan hati mereka dalam menyikapi kehidupan di akhirat.

Islam menganjurkan keseimbangan dalam menyikapi kehidupan dunia dan akhirat. Tidak berlebihan pada dunia, sebaliknya juga tidak berlebihan pada akhirat. Dalam surat Al-Qashash ayat 77 Allah swt. berfirman,
“Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa akhirat memang telah disediakan sebagai tempat kembali, namun sebelumnya manusia juga ditakdirkan hidup di dunia. Dengan begitu, sebagaimana akhirat harus dipersiapkan, dunia juga harus dijadikan tempat mempersiapkan hidup di akhirat kelak.

Dalam sebuah ungkapan dikatakan bahwa dunia adalah ladang akhirat (ad-dunya mazra’at al-akhirah). Maksudnya adalah bagaimana kita harus bersikap terhadap dunia untuk menjadikannya sebagai ladang di mana kita menanam berbagai amal baik untuk dipanen nantinya di akhirat. Jika amal yang kita tanam berasal dari bibit yang kurang baik, kita harus bersiap memanen hasil yang kurang baik. Sebaliknya jika yang kita tanam berasal dari bibit yang baik, maka kita akan bergembira dengan hasil yang baik pula di akhirat kelak. Allah berfirman, “Siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun dia akan melihat (balasan)nya. Siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun dia akan melihat (balasan)nya pula.”
Dan Allah subhanahu wata’ala telah berfirman:
وَٱلْءَاخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰٓ
“Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal” (QS Al A’la : 17)

Wallahu a’lam bishshawab

 

Penulis : Ibu Isna (Aktivis Dakwah)

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.