25 April 2024
Peradaban Akan Maju dengan Mengembalikan Peran Ibu 
65 / 100

Dimensi.id-Seperti tahun-tahun sebelumnya, setiap tanggal 22 Desember selalu diperingati sebagai Hari Ibu. Konon peringatan ini sudah ada sejak tahun 1928 dengan mengusung tema yang berbeda setiap tahunnya. Penetapan 22 Desember sebagai Hari Ibu mengacu pada Kongres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 yang saat itu diikuti oleh perempuan dari berbagai wilayah Indonesia dengan membawa visi dan misi yang sama, yakni memerdekakan dan memperbaiki nasib kaum perempuan di tanah air.

Pada Kongres Perempuan Indonesia III tahun 1938 barulah diputuskan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu Nasional, dan ditetapkan melalui dekrit Presiden No.316 pada 1959.

Pendahuluan Hari Ibu

Tahun ini merupakan peringatan Hari Ibu yang ke-95. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA) telah merilis tema yaitu ‘Perempuan Berdaya, Indonesia Maju’. Tema ini diusung sebagai panggilan untuk mengapresiasi kontribusi para perempuan Indonesia untuk kemajuan bangsa dalam berbagai aspek kehidupan.

Selain tema besar tersebut ada empat subtema di dalamnya yang menjadi penyemangat bagi perempuan untuk mendobrak berbagai tantangan dan keterbatasan yang dihadapi. Dari tema tersebut diharapkan perempuan berani menyuarakan gagasan, berdaya, dan berkarya secara ekonomi dan sosial budaya, peduli terhadap isu kehidupan bermasyarakat dan bernegara dan ikut mengambil peran dalam setiap perubahan dan dinamika politik demi kemajuan bangsa. (Detiksulsel.com, 19/12/2023).

Peringatan Hari Ibu selalu ditengarai sebagai wujud kepedulian terhadap perempuan, serta dukungan terhadap emansipasi dan kemerdekaan perempuan dalam menentukan pilihan hidupnya. Namun, selama ini yang dikedepankan adalah dorongan agar perempuan bisa berdikari, mandiri secara ekonomi sehingga tidak harus bergantung pada laki-laki yang sering diistilahkan dengan sebutan ‘independen woman’.

Ilusi Peringatan Hari Ibu

Memang terdengar indah dan seolah sangat memedulikan nasib perempuan, tetapi tolak ukur kapitalisme adalah materi. Perempuan akan dihargai berdasarkan kecantikan fisik, prestasi, bakat, dan kekayaan yang dimiliki. Karenanya tidak heran perempuan yang dibilang berdaya hari ini adalah mereka yang bisa mencari uang, semakin banyak uang semakin dipandang.

Juga perempuan yang selalu menjaga penampilan, makanya mereka menjadi objek pemasaran produk-produk kecantikan. Serta perempuan yang memiliki bakat seni dan bisa dieksploitasi, makin berani berekspresi atas nama seni akan semakin digemari. Tanpa sadar mereka akan menjadikan dirinya sebagai budak Kapitalisme, menghabiskan waktu hanya untuk mencari pencapaian dan kebahagiaan duniawi.

Padahal, tanpa Hari Ibu pun Islam sudah menempatkan perempuan pada kemuliaan yang hakiki. Islam memandang laki-laki dan perempuan setara dalam hal amalan, dosa, dan pahala. Yang membedakan mereka di hadapan Allah Ta’ala hanyalah ketakwaannya.

Perbedaan Fisik Membuat Laki-laki dan Perempuan Beda

Sedangkan perbedaan fisik, karakter, psikis, serta peran dan tanggung jawab mereka dalam kehidupan adalah ketetapan Allah yang tidak berpengaruh pada nilai kemuliaan hamba. Semua itu agar mereka dapat hidup berdampingan saling melengkapi satu sama lain.

Laki-laki dengan kekuatan fisik dan akal berperan sebagai pemimpin dalam keluarga, sedangkan perempuan yang dikaruniai kelembutan dan perasaan kasih sayang ditugaskan untuk mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anaknya agar menjadi anak yang bertakwa. Jika setiap muslim meyakini bahwa ketetapan Allah itu pasti yang terbaik bagi hamba-Nya, tentu mereka tidak akan menganggap itu sebagai kekangan atau patriarki dan merasa didiskriminasi oleh aturan Ilahi.

Sayangnya, Kapitalisme telah berhasil mencekoki kaum perempuan dengan ide-ide kebebasan dan kesetaraan gender. Aturan agama dianggap sebagai kemunduran zaman, tidak relevan untuk kehidupan sekarang.

Ditambah lagi kesulitan ekonomi yang memaksa perempuan harus turut mencari nafkah untuk keluarga, terkadang juga demi memenuhi standar hidup masyarakat yang kian meningkat. Perempuan merasa lebih berharga saat dia bekerja, walaupun dampaknya bisa berimbas pada keluarga anak-anaknya.

Secara syariat, Islam tidak melarang perempuan bekerja dengan syarat dan ketentuan, asalkan tidak melalaikan tugas utama sebagai ibu rumah tangga. Namun faktanya, hari ini banyak dijumpai berbagai macam kerusakan generasi muda. Seperti penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, gangguan mental, bullying hingga maraknya kasus bunuh diri.

Generasi hari ini begitu rentan dan rapuh, bisa jadi ini adalah akibat berkurangnya peran orang tua dalam membina dan mendampingi anak pada masa-masa pertumbuhannya. Terutama jika kedua orang tua sama-sama bekerja. Bagi Ibu, akan sulit menjalankan peran ganda dengan sempurna.

Muslimah Tidak Boleh Lengah Dengan Propaganda Kapitalis

Karena itu para perempuan terutama kaum muslimah tidak boleh lengah dan terperdaya dengan istilah ‘Perempuan Berdaya’. Perempuan harus merasa bangga jika dirinya bisa menjadi ibu rumah tangga yang bisa menjalankan perannya dengan baik.

Sungguh, berdayanya seorang perempuan bukanlah dari harta ataupun karya yang diakui manusia. Akan tetapi, dia dinilai sukses dan berdaya apabila mampu mendidik anak-anaknya menjadi generasi Islam yang bertakwa, dan menjadi istri yang diridhoi oleh suaminya.

Fakta Masa Lalu

Sejarah mencatat betapa banyak tokoh-tokoh terkemuka dalam Islam yang sukses menjadi pemimpin dan ulama besar berkat perjuangan dan didikan seorang Ibu. Contohnya saja Khalid bin Walid, panglima perang yang termasyhur tak pernah kalah dalam peperangan hingga dijuluki ‘pedang Allah yang terhunus’.

Kebesaran namanya tak bisa lepas dari didikan (Tarbiyah) sang Ibu. Sampai-sampai di hari kematiannya Umar bin Khattab pernah berkata, “Seluruh wanita tidak mampu melahirkan anak seperti Khalid!”

Begitu pula dengan tokoh-tokoh besar lain seperti Imam Syafi’i, Abu Hurairah, Anas bin Malik, Uwais Al Qarni hingga Muhammad al-Fatih penakluk Konstantinopel. Mereka hidup pada masa terbaik di mana kehidupan Islam masih berlangsung di tengah umat.

Sistem Islam Mengatur Aktifitas Ibu

Dalam sistem negara yang berlandaskan Islam, seorang Ibu diharuskan fokus mengurus suami dan mendidik anak-anaknya sesuai tuntunan Islam. Para ayah juga berperan dalam mendidik dan bertanggung jawab menjaga diri dan keluarganya dari api neraka.

Namun, karena tugas mereka menafkahi keluarga dan sering melaksanakan aktivitas di luar rumah, ibulah yang lebih banyak membersamai anak-anaknya. Lingkungan masyarakat sangat kondusif karena terbentuk dari individu-individu yang shalih.

Negara pun sangat mendukung dengan menyediakan sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, dan menjamin terpenuhinya kebutuhan dan lapangan kerja bagi para lelaki. Hanya dengan tegaknya Islam kembali, perempuan dan Ibu bisa berperan sebagaimana mestinya, yaitu menjadi pendidik generasi emas pendobrak peradaban gemilang.

Wallahu a’lam bishawab

Penulis : Dini Azra

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.