24 April 2024
55 / 100

Dimensi.id – Kasus Sambo belumlah usai, muncul kasus baru. Kembali institusi Polri mendapat sorotan dari masyatakat. Kali ini Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa diciduk Polisi atas dugaan kasus penjualan barang bukti narkoba (Liputan6.com, 16/10/22). Dengan sigap Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumpulkan seluruh pejabat utama Polri serta jajaran Kapolda dan Kapolres di Istana Negara, Jumat (14/10).

Dalam kempatan itu Joko Widodo memberi arahan. Terdapat 7 Poin penting yang harus dibenahi oleh Polri, antara lain: 1) gaya hidup, 2) tindakan kesewenangan, 3) pelayanan terhadap masyarakat, 4) soliditas, 5) jangan gamang, apalagi cari selamat,  6) bersihkan judi online, dan 7) komunikasi publik harus baik (CNN Indonesia, 16/10/22).

Atas penangkapan Kapolda  Sumatera Barat ini, kita patut memberi apresiasi terhadap upaya Kapolri dalam melakukan bersih-bersih internal aparat yang kedapatan berbuat kriminal. Melengkapi dugaan masyarakat bahwa kepolisian tidak steril dari kejahatan serupa. Padahal Irjen Teddy Minahasa berpidato kepada jajaran anggautanya. Agar tidak ada yang bermain-main dengan menyalahgunakan kewenangan sebagai anggauta polisi demi materi.

Dalam hal ini Teddy berpesan, seperti dikutip dari rekaman video, Minggu (16/10/2022) sekaligus meneruskan pesan pak Kapolri agar berhati-hati dalam menjalankan tugas, jangan gegabah, jangan pamrih. Teddy memberikan penekanan bahwa: kalau ingin kaya jangan jadi polisi. Bukankah hal ini berbalik dengan pidato Irjen Teddy Minahasa sendiri?

Benar, narkoba dan judi merajalela di tengah masyarakat, dan sudah memberikan dampak buruk kepada masyarakat termasuk generasi. Namun faktanya jauh panggang dari api. Upaya pemberantasan selama ini sepertinya tidak ada harapan, jika ternyata banyak aparat yang juga terlibat di dalamnya. Hal ini mengindikasikan, bukan individu yang terlibat tindak kejahatan aparat, namun telah mengakar dan menjadi sistemik.

Kita semua berharap dengan arahan Presiden tersebut mampu mereformasi lembaga penegak hukum agar bersih dari perilaku kriminal. Kapolri segera melakukan bersih-bersih secara internal di dalam institusi Kepolisian Republik Indonesia. Hanya saja, arahan itu sepertinya tidak cukup untuk mereformasi lembaga penegak hukum agar bersih dari perilaku kriminal, jika tindakan tersebut tidak diimbangi dengan perubahan yang mengakar di lembaga penegak hukum. Bahkan telah ada UU untuk penanganan tindak pidana, belum juga mampu membuat jera mereka.

Meski sudah ada UU untuk penanganan tindak pidana, faktanya masih belum membuat jera para pelaku dan orang-orang yang berpotensi memilliki kemampuan berbuat kejahatan serupa. Pemberantasan tuntas hanya dapat diwujudkan apabila aparat juga taat, dan menegakkan hukum dengan adil. Dan semua itu hanya ada di sistem Islam. Yang memiliki aturan yang jelas, karena berasal dari Wahyu Ilahi dan masyarakat dibangun dengan keimanan dan ketakwaan. Ketakwaan dibangun secara umum, bukan sekadar individu.

Negara menerapkan aturan Islam secara menyeluruh baik dari aspek ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, politik luar negeri. Negara menjaga dari bisnis-bisnis haram atau pelaku industri dalam memproduksi barang haram. Pendek kata, negara adalah penjaga potensi manusia dan penegak hukum haruslah orang-orang yang bertakwa.
Dengan didukung sistem sanksi yang tegas anti suap antara aparat dengan pelaku. Hukum itu memberikan sanksi dengan tujuan memberi efek jera dan mencegah pihak lain melakukan kejahatan serupa (zawajir) juga sebagai penebus dosa bagi pelaku (jawabir). Tentu saja sanksi ini digali dari hukum syariat Islam dan dijalankan oleh Khalifah/Qadhi.

Harapan ini hanya dapat terwujud dalam naungan penerapan hukum Allah dalam naungan khilafah. Wallahu a’lam bishshawab

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.