28 Maret 2024
Papua
65 / 100

Dimensi.id-Papua kembali membara. Sejumlah warga di Kabupaten Dogiyai, Papua, meradang dan membakar beberapa bangunan. Diduga, aksi ini buntut dari tewasnya seorang warga karena tertembak saat pembubaran massa. Tak cukup sampai di situ, warga Papua yang tergabung dalam Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) pun melakukan aksi penembakan terhadap aparat keamanan yang sedang berpatroli di sekitar Gereja Golgota Gome di Ilaga. Hingga menyebabkan seseorang prajurit TNI berinisial Serka IDW terluka di bagian paha kanannya. (Okezone.com, 12/11/2022)

Menanggapi hal ini, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM, Muhaimin Abdi, berjanji akan menggunakan pendekatan yang lebih baik dengan Papua. Sebagai langkah untuk menyelesaikan seluruh permasalahan di Papua, sebab saat ini permasalahan yang dihadapi pemerintah di Papua adalah kelompok bersenjata. Karena itu, pemerintah akan terus melakukan evaluasi terhadap kegiatan militer di sana. (Tempo.co, 12/11/2022)

Melakukan Pendekatan kepada Papua, akankah Jadi Solusi?

Faktanya, kerusuhan di Papua adalah masalah lama yang tak kunjung usai. Seperti kita ketahui bersama, berbagai konflik berulang kali terjadi di Papua. Mulai dari konflik antara penduduk asli dan pendatang, hingga kerusuhan oleh KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata).

Berkaca dari fakta ini, maka upaya pemerintah melakukan pendekatan kepada Papua, bukanlah solusi tepat. Karena hal tersebut belum menyentuh akar masalah Papua yang sesungguhnya. Untuk menyelesaikan masalah Papua, pemerintah semestinya memahami akar masalah sesungguhnya penyebab konflik berkepanjangan tersebut. Karena sejatinya, kerusuhan di Papua akan terus terjadi selama akar masalah tidak diselesaikan oleh pemerintah pusat.

Akar Masalah Konflik Papua

Jika kita telusuri, didapati banyak faktor yang memicu konflik di Papua. Pertama, persoalan dan konflik yang tak kunjung habis mendera Papua, tidak bisa dilepaskan dari PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat), yakni referendum yang diadakan pada Tahun 1969. Tujuan diselenggarakannya PEPERA ini untuk menentukan status Papua bagian barat, apakah milik Indonesia ataukah Belanda.

Namun dalam prosesnya, PEPERA hanya diwakili oleh 1.025 orang yang telah diseleksi sebelumnya. Sehingga hanya terhitung 175 orang memberikan hak suaranya. Padahal ada 809.377 warga Papua yang memiliki hak suara. Hal inilah yang membuat para generasi muda Papua beranggapan bahwa pelaksanaan PEPERA ilegal. Mereka pun menganggap PEPERA adalah upaya Indonesia menjajah Papua yang sarat akan manipulasi. Inilah yang membuat warga Papua terus memberontak dan menuntut kemerdekaan. (Kompas.com, 31/7/2021)

Kedua, adanya ketimpangan kesejahteraan. Sebagaimana kita ketahui, bahwa Papua memiliki kekayaan alam yang melimpah. Tambang emas, tembaga, minyak bumi serta potensi hutan yang membentang luas. Tetapi kondisi rakyat di Papua demikian memprihatinkan. Kemiskinan dan ketimpangan ekonomi hingga kini masih membelenggu warga Papua. Hal ini karena kekayaan alam di Papua dikuasakan oleh pemerintah kepada asing dan aseng. Sehingga, meskipun Papua memiliki sumber daya alam yang banyak, namun rakyat tak mampu merasakan hasilnya.

Ketiga, adanya pihak lain (asing) yang sengaja menggiring narasi rasisme untuk memecah-belah Papua. Tujuannya tiada lain untuk melanggengkan eksploitasi kekayaan alam Papua.

Keempat, minimnya peran penguasa sebagai pelindung dan pemberi keamanan juga keadilan bagi rakyatnya. Ditambah tidak adanya ketegasan pemerintah dalam menyelesaikan dan memahami akar masalah Papua yang sesungguhnya.

Akibat Sistem Demokrasi Kapitalisme 

Sejatinya, berbagai konflik berkepanjangan yang mendera Papua tidak bisa dilepaskan dari penerapan sistem Demokrasi Kapitalisme. Faktanya sistem ini telah gagal memberikan perlindungan, keamanan, dan kesejahteraan bagi manusia. Paham sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) yang menjadi landasan sistem Demokrasi Kapitalisme, telah sukses mencetak pemimpin yang abai mengurusi rakyat dan menjaga keutuhan negara.

Kebijakan kapitalistik dalam sistem ini telah menjadikan para korporat asing bebas menguasai kekayaan negeri ini melalui jalur investasi. Sehingga rakyat tidak merasakan hasilnya. Mirisnya, pemerintah dan negara hanya bertindak sebagai regulator yang memuluskan kepentingan korporat. Bukan sebagai pengurus rakyat. Inilah yang menyebabkan kemiskinan dan berbagai penderitaan terus membelenggu rakyat.

Islam Solusi Tuntas Masalah Papua

Sebagai agama sempurna, Islam hadir ke dunia ini untuk mengatasi seluruh masalah kehidupan. Termasuk dalam hal perselisihan.

Sejarah mencatat, selama hampir 14 abad lamanya, negara yang menerapkan aturan Islam secara sempurna mampu menyatukan umat manusia di seluruh dunia. Meskipun beragam suku, bangsa dan bahasa, muslim maupun non-muslim, semuanya hidup rukun dalam naungan syariat Islam.

Islam benar-benar menjaga persatuan dan kesatuan negara dan umat manusia. Segala hal yang akan mengancam kesatuan umat manusia dan negara dicegah serta diatasi sampai tuntas hingga ke akarnya. Makar, pemberontakan, dan sejenisnya tidak akan dibiarkan eksis. Islam akan memantau dan menetapkan sanksi tegas bagi siapa saja yang terbukti melakukan perbuatan tersebut.

Untuk menjaga persatuan dan kesatuan, negara Islam akan menempuh upaya-upaya preventif, seperti:

Mengedukasi masyarakat, hingga mereka paham bahwa perselisihan dan kerusuhan bukanlah solusi bagi permasalahan. Negara Islam pun akan mendengarkan setiap aspirasi dari masyarakat serta akan menyelesaikan seluruh masalah mereka secara adil.

Selain itu, negara Islam pun akan memantau kafir harbi fi’lan (warga negara kafir yang memusuhi Islam dan kaum muslim), serta memantau ahlu ar-riyab (warga negara Islam yang berinteraksi dengan kafir harbifi’lan, yang berpotensi melakukan tindakan membahayakan negara, seperti separatisme). Negara Islam juga akan menutup kedutaan negara-negara kafirharbihukman yang berpeluang memata-matai negara Islam, serta menutup kontak dan kerjasama warga negara Islam dengan pihak luar negeri. Dalam hal ini, negara Islam akan menerapkan kebijakan satu pintu. Yakni melalui Departemen Luar Negeri.

Di sisi lain, negara yang menerapkan aturan Islam pun akan memberikan perlindungan dan keamanan secara menyeluruh kepada rakyatnya. Tanpa memandang suku, ras, bahasa, dan agama.

Negara Islam pun akan menjamin kesejahteraan rakyatnya. Kesehatan, pendidikan, kebutuhan pokok semua dijamin oleh negara. Hal ini karena Islam memosisikan negara dan penguasa sebagai pengatur dan penjamin kebutuhan rakyat.

Negara Islam akan mengelola kekayaan alam secara mandiri. Tanpa campur tangan asing. Sehingga hasilnya bisa dinikmati oleh rakyat. Ketika kebutuhan hidup rakyat terpenuhi dengan baik, alhasil tidak ada lagi alasan bagi rakyat melakukan pemberontakan, ataupun referendum (memisahkan diri).

Jikapun setelah upaya di atas diberlakukan, masih juga ada pemberontakan, maka negara akan bersikap tegas dengan memosisikan pemberontak sebagai bughat. Yakni warga yang membangkang terhadap negara dengan menggunakan senjata. Mereka akan diperangi hingga mau tunduk kembali kepada negara. Tetapi jika para bughat ini bertaubat, maka negara Islam akan membebaskannya.

Demikianlah cara Islam mengatasi perselisihan dan kerusuhan. Jadi jelas, Islamlah solusi bagi setiap permasalahan yang membelenggu Papua. Hanya dalam sistem Islam, persatuan, kesatuan, keadilan, kesejahteraan, serta keamanan akan terwujud.

Karena itu, sudah saatnya kita kembali kepada Islam dan menerapkannya secara menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan. Sudah saatnya pula kita menyadari bahwa akar masalah kerusuhan tak berujung di Papua adalah akibat penerapan sistem Demokrasi-Kapitalisme. Tersebab itulah, kita harus segera mencampakkan sistem yang merusak ini. Kemudian menggantinya dengan sistem Islam. Niscaya, seluruh problem yang menimpa Papua, bahkan dunia akan teratasi sampai tuntas.

Wallahu a’lam bi ash-shawwab. 

 

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.