Dimensi.id-Pelecehan terhadap Al-Qur’an masih kerap terjadi di dunia. Masih segar dalam ingatan, tensi ketegangan meningkat di Swedia dan Denmark setelah terjadi demonstrasi yang diwarnai aksi pembakaran Al-Qur’an oleh Momika di depan parlemen Swedia. Sementara Kopenhagen, pada tanggal 21 juli hingga 25 juli 2023 menjadi lokasi Danske Patrioter, gerakan sayap kanan Denmark, kelompok anti Islam yang melakukan aksi pembakaran Al-Qur’an tiga hari berturut-turut di depan kedutaan Irak, Mesir dan Turki. Hal ini tentu saja memancing kemarahan dan menuai berbagai kecaman pemimpin negeri-negeri Islam.
Pembakaran Al-Qur’an yang mengundang protes keras, bukanlah kali pertama terjadi di negara Skandinavia tersebut. Rasmus Paludan, politikus sayap kanan pada tahun 2019 membakar Al-Qur’an di Viborg, Denmark. Lalu pendiri partai Stram Kurs (garis keras) ini mengulangi aksi bakar Alquran di Malmo, Swedia pada tahun 2020. Aksi demonstrasi kembali digelar Paludan dalam rangka protes terhadap Turki yang dianggap menjegal Swedia untuk bergabung ke NATO. Turki menolak dengan tegas, karena menuding Swedia mentolerir dan melindungi teroris. Pasalnya, banyak aktivis Partai Pekerja Kurdistan (PKK), maupun wartawan yang berlawanan pemikiran kabur dari Turki dan memilih bersembunyi ke Swedia. Hal ini membuat penawaran bergabungnya Swedia pada tahun lalu tidak akan terwujud, jika salah satu anggota NATO ada yang menolak. Sehingga Turki meski dibenci, tapi tetap memegang kunci negara skandinavia ini untuk bisa lolos dalam aksesi keanggotaan NATO. Dengan alasan itu Paludan melakukan protes keras kepada Turki, karena bergabungnya Swedia ke NATO guna mengantisipasi seperti terjadinya penyerangan Rusia ke Ukraina. Dengan Swedia bergabung NATO, nantinya akan mendapatkan bantuan dari negara-negara anggota, ketika diserang oleh negara di luar negara NATO. Kekesalan Paludan terhadap Turki akhirnya diwarnai dengan membakar Al-Qur’an.
Tentu saja Turki merespon pembakaran Al-Qur’an tersebut dengan menggerakkan negeri-negeri Islam untuk menolak aksi Islamofobia yang berkedok kebebasan dan memveto Swedia menjadi anggota NATO. (23/1/2023) malam waktu Ankara, Erdogan menyebut Swedia tidak perlu lagi berharap bisa masuk Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
”Mereka yang menyebabkan hal memalukan di depan kedutaan kami tidak dapat mengharapkan kebaikan soal pendaftaran keanggotaan mereka di NATO. Jika Anda tidak menghormati agama di Republik Turki atau pada Muslim, Anda tidak akan mendapatkan dukungan apa pun (untuk menjadi anggota NATO).” tuturnya. (Kompas.id, 24/01/23).
Sekilas aksi Turki merespon pembakaran Al-Qur’an terlihat tegas dan heroik. Tapi ternyata umat Islam tak bisa berharap banyak agar kemuliaan dan kehormatan Al-Qur’an bisa terjaga. Pada tanggal 11/07/2023 menjelang KTT NATO di Vilnius, Lithuania. Tiga negara mengadakan pertemuan saling tawar antara Swedia, Amerika Serikat dan Turki. Dalam pertemuan tersebut Swedia berjanji akan memerangi teroris yang termasuk daftar hitam Ankara dan AS. Ambisi Turki untuk menjadi anggota Uni Eropa yang sudah menunggu 50 tahun akan mendapat dukungan dari Amerika dan Swedia. Bahkan dalam kesempatan itu Amerika berjanji akan memberikan izin membeli pesawat F-16 untuk Turki, jika menyetujui Swedia menjadi anggota NATO.
Berbicara dalam sebuah konferensi pers, Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, mengatakan bahwa Washington secara terbuka telah “mendukung penyediaan F-16 untuk Turki selama beberapa waktu.” (Republika.id, 12/07/23)
Tampak jelas pertemuan KTT NATO penuh syarat kepentingan politik, sehingga berharap Turki melawan penistaan Al-Qur’an yang merupakan hipokrisi kebebasan tidak mencapai tujuan. Jika berharap pada resolusi PBB untuk melarang pembakaran Al-Qur’an pun ternyata ditolak 12 negara, termasuk AS. Swedia menyatakan menjamin kebebasan berbicara dalam undang-undang dan tidak ada satupun undang-undang yang melarang menistakan kitab suci. Untuk merubah aturan tersebut bagi Swedia adalah hal yang sulit. Itu sebabnya pembakaran Al-Qur’an terus terjadi.
Sehingga aksi Islamofobia yang berulang ini tidak akan cukup dengan pemboikotan produk negara tersebut. Begitu pun kecaman keras pemimpin negeri-negeri Islam dan berbagai dialog telah dilakukan. Untuk melawan hipokrisi kebebasan guna melindungi kemuliaan dan kehormatan Al-Qur’an, maka diperlukan kepemimpinan yang tegas. Di mana kepemimpinan Islam yang mempunyai kemampuan memobilisasi pasukan militer, jika ada yang menistakan Al-Qur’an, melecehkan Islam dan kaum muslimin. Tentu saja di bawah kepemimpinan yang menerapkan Islam secara menyeluruh akan mampu menjaga kehormatan dan kemuliaan Al-Qur’an dengan baik. Ini karena kepemimpinan tersebut akan mampu membangkitkan umat Islam untuk menjaga kehormatan Al-Qur’an. Bergerak bersama dengan asas keimanan kepada Allah Swt. Umat Islam akan memahami betul bahwa kehormatan Al-Qur’an, Islam, dan umat Islam harus dijaga sebagaimana perintah Allah Swt. dalam surah Al-Hijr ayat 9 yang artinya,
“Sungguh Kami yang menurunkan Al-Qur’an dan Kami pula yang menjaganya.”
Wallahu a’lam bishawab.