28 Maret 2024
Kritikan bima berujung ancaman

Bima Yudho Saputro

63 / 100

Dimensi.id-Nama Bima Yudho Saputra belakangan ini tengah menjadi buah bibir masyarakat Indonesia. Hal ini lantaran pemuda asal Lampung yang tengah menimba ilmu di Australia tersebut kerap mengunggah video berisi kritikan pedas terhadap kampung halamannya, Lampung. Bima menganggap kampung halamannya tidak mengalami kemajuan. Baik dari segi infrastruktur (jalan yang rusak), proyek yang mangkrak, hingga banyaknya kecurangan dalam sistem pendidikan. Ia menduga kondisi Lampung yang demikian diakibatkan oleh pemerintahnya yang korup. (Kompas.tv, 15/4/2023)

Atas unggahannya tersebut, Bima dilaporkan ke Polda Lampung atas tuduhan menyebarkan hoaks. Ia pun dianggap melakukan pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Tak hanya Bima, bahkan keluarganya pun turut diperiksa polisi serta dipanggil Bupati Lampung. (News detik.com, 17/4/2023)

Menanggapi hal ini, Ketua AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Bandar Lampung, Dian Wahyu Kusuma, mengatakan  kritik sangat diperlukan untuk evaluasi kerja. Agar pemerintah dapat mengambil langkah untuk perbaikan. Sayangnya, UU ITE beberapa tahun ini dijadikan celah bagi penguasa untuk membungkam dan mengkriminalisasi orang yang aktif mengkritik kebijakan pemerintah. (Republika.co.id, 17/4/2023)

UU ITE Alat untuk Membungkam Rakyat 

Sejatinya kritik sangatlah dibutuhkan dalam membangun sebuah negara. Kritik merupakan mekanisme  kontrol masyarakat.  Terlebih bagi penguasa yang mendapatkan amanah mengurusi rakyat. Karena itu, sangatlah aneh jika seorang penguasa tidak mau dikritik oleh rakyatnya. 

Menyaksikan fakta di atas, kritikan rakyat yang direspon dengan pelaporan ke polisi menunjukkan adanya penguasa yang arogan dan anti kritik.  Dari fakta ini juga kita dapat melihat bahwa slogan sistem Demokrasi yang katanya dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, nyatanya jauh panggang dari api. Realitasnya aspirasi dan kritik dari rakyat tidak terakomodir dengan baik.

Baca Juga 10 Tips untuk Meningkatkan Kecepatan Menulis Artikel

Langkah-Langkah Praktis untuk Menulis Artikel yang Berkualitas: Panduan Terbaik untuk Penulis Pemula

Rakyat yang aktif mengkritisi kebijakan penguasa didiskriminasi, dilaporkan ke polisi. Meskipun  kritikannya tersebut sesuai dengan  kenyataan di lapangan. Padahal jika menilik paham kebebasan yang diadopsi sistem Demokrasi, seharusnya masyarakat bebas berbicara dan mengemukakan pendapatnya apalagi hal itu untuk suatu kebaikan. 

Namun mengapa paham kebebasan berpendapat yang selama ini diagung-agungkan oleh para plagiatnya seolah ditutup bagi masyarakat? Masyarakat dibungkam dan ditakut-takuti dengan UU ITE. Mirisnya,  realitas ini sebenarnya sudah lama ada di negeri ini. Sehingga menyulitkan masyarakat untuk mengemukakan aspirasi mereka. 

Akibat Sistem Demokrasi-Kapitalisme 

Inilah konsekuensi diterapkannya sistem Demokrasi-Kapitalisme. Penerapan sistem Demokrasi-Kapitalisme yang diemban negeri ini, telah melahirkan para penguasa yang arogan dan anti kritik. Dalam sistem ini, penguasa tidak menjalankan fungsinya sebagai pelayan dan pengatur seluruh kebutuhan rakyat. 

Paham Sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) yang menjadi landasan sistem Demokrasi-Kapitalisme, telah menggerus ketakwaan di sisi para penguasa. Sehingga mereka lupa bahwa kepemimpinan yang ia pegang adalah amanah besar yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. 

Islam Mengakomodir Kritik dari Rakyat 

Hal ini berbeda dengan Islam. Sebagai agama sekaligus sebuah Ideologi, Islam hadir ke dunia ini untuk mengatasi seluruh masalah kehidupan. 

Islam memandang kekuasaan sebagai suatu amanah besar dari Allah Swt. dan akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. 

Rasulullah saw. bersabda: “Seorang imam (pemimpin) adalah raa’in (pengurus), ia bertanggung jawab atas kepengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari)

Itulah sebabnya kekuasaan dalam Islam akan dijalankan sesuai dengan aturan syarak. Jika ada kesalahan dalam memimpin dan mengeluarkan kebijakan, maka pemimpin Islam akan dengan senang hati menerima kritikan dari umat. Negara yang berasaskan Islam akan mengakomodir adanya kritik dari umat dan memberikan tuntunan  mekanisme muhasabah yang benar. Sebab Islam memandang bahwa kritik (muhasabah) kepada para penguasa merupakan kewajiban. 

Rasulullah saw. bersabda:

“Seutama-utamanya jihad adalah menyampaikan kalimat yang hak kepada penguasa (sultan) atau pemimpin (amir) yang zalim.”(HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Sejarah mencatat, selama 13 abad negara Islam berdiri, banyak memberikan teladan bagaimana sikap penguasa memperhatikan kritik umat. Di antaranya adalah perhatian Khalifah Umar bin Khattab terhadap rakyatnya yang mengkritik kebijakan pembatasan mahar.

Suatu ketika Khalifah Umar menetapkan bahwa mahar yang boleh diminta oleh seorang Muslimah adalah 400 dirham. Karena pada saat itu Khalifah menerima laporan bahwa kaum Muslimah menentukan mahar terlalu tinggi. Lalu kebijakan tersebut dikritik karena dinilai keliru. Sang Khalifah pun membenarkan kritikan tersebut dan mengakui kesalahannya. 

Demikianlah sikap seorang penguasa Islam terhadap kritik rakyatnya. Dari sini kita bisa melihat betapa hanya sistem Islamlah yang mampu melahirkan penguasa yang amanah dan anti kritik. Karena itu, sudah saatnya kita kembali kepada Islam dan menerapkannya secara menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan. Niscaya kasus mengkritik berujung pelaporan ke polisi tidak akan pernah terjadi. 

Wallahu a’lam bi ash-shawwab. 

Penulis : Reni Rosmawati (Ibu Rumah Tangga)

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.