23 April 2024
63 / 100

Dimensi.id-Kisah pilu kembali terjadi di bumi pertiwi. Kali ini menimpa dunia persepakbolaan Indonesia. Ya, sebuah permainan yang justru menjadi ajang perenggut nyawa ratusan orang awal Oktober 2022 menjadi sejarah paling kelam persepakbolaan dunia pada 20 tahun belakang.

Peristiwa ini bermula ketika club sepakbola Arema (Arek Malang) kalah dari club sepakbola Persebaya (Persatuan Sepak Bola Surabaya) di stadion Kanjuruhan Malang Jawa Timur. Tidak terima atas kekalahan 2-3, sebagian suporter melakukan aksi turun ke lapangan dan berusaha menyerang para pemain Persebaya. Sayangnya, polisi yang berusaha menenangkan massa, melakukan tindakan keras dengan melakukan pemukulan dan penembakan gas air mata kepada suporter Arema baik yang berada di lapangan maupun yang berada di tribun.

Akibat tindakan polisi dalam upaya membubarkan suporter, para suporter segera berlari menuju pintu keluar yang telah penuh sesak oleh para suporter yang panik karena terkena gas air mata. Melihat adanya protes atas tindakan polisi kepada suporter Arema, Kapolda Jawa Timur, Irjen Nico Afinta menyatakan bahwa tindakan penembakan gas air mata sudah dilakukan sesuai prosedur. Hingga saat ini tercatat sudah 448 orang yang menjadi korban atas insiden Sabtu malam 1 Oktober 2022. Dimana 174 orang diantaranya dinyatakan tewas.

Kerusuhan yang terjadi di stadion Kanjuruhan merupakan salah satu imbas adanya fanatisme masyarakat terhadap club sepakbola yang notabene merupakan sebuah permainan semata. Dalam pandangan Islam, Islam melarang adanya sikap fanatisme atau ashabiyah. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw. Dari Jabir bin Muth’im, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukan termasuk golongan kami orang yang mengajak kepada ‘ashabiyyah, bukan termasuk golongan kami orang yang berperang karena ‘ashabiyyah dan bukan termasuk golongan kami orang yang mati karena ‘ashabiyyah.” (HR. Abu Dawud).

Lebih lanjut lagi, Imam Abu Dawud menuturkan sebuah riwayat dari Watsilah bin al-Asqa’ ra, bahwasanya ia mendengar bapaknya berkata:

قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْعَصَبِيَّةُ قَالَ أَنْ تُعِينَ قَوْمَكَ عَلَى الظُّلْمِ

“Saya (bapak Watsilah bin al-Asqa’ ra) bertanya, “Yaa Rasulullah, apa ‘ashabiyyah itu? Beliau menjawab, “Kamu menolong kaummu atas kedzaliman”. (HR. Imam Abu Dawud).

Dalam ayat Alquran, Allah Swt juga telah memperingatkan manusia agar menghindari permainan yang dapat melalaikan manusia kepada Allah Swt. Sebagaimana firman Allah Swt, “Dan tidaklah kehidupan dunia ini melainkan hanya permainan dan senda gurau (al-‘Ankabut: 64). Terlebih lagi terkait dengan sepak bola, ini merupakan sebuah permainan yang dilakukan secara terorganisir atau disebut lahwun munadzomun.

Fanatisme merupakan sebuah ikatan yang berasal dari naluri mempertahankan diri yang sifatnya temperamental. Dia akan muncul jika ada pemicunya. Sehingga ikatan fanatisme tidak layak dijadikan sebagai ikatan antar manusia. Adanya penanganan yang dianggap kurang tepat ketika terjadinya konflik antar kelompok fanatik ini, semakin membuat kondisi orang-orang yang fanatik menjadi ricuh. Apalagi permainan sepak bola ini juga didukung oleh kalangan sponsor dan televisi yang hanya mementingkan rating dari penyelenggaraan sepak bola tersebut.

Tak bisa dipungkiri pula bahwa dalam sistem kapitalisme saat ini sepak bola menjadi sebuah permainan yang sangat menguntungkan. Sehingga para pemodal akan terus berusaha menjadikan sepak bola sebagai bentuk pengalihan atas berbagai permasalahan yang menimpa negeri ini. Sudah saatnya umat Islam menghindari sifat fanatisme atau ashabiyah. Sudah saatnya juga umat Islam menghindari permainan yang dapat menjauhkan diri dari Allah. Sudah saatnya umat Islam menjadikan ukhuwah Islamiah sebagai ikatan diantara sesama muslim. Sudah saatnya umat Islam meninggalkan sistem kapitalisme yang hanya berusaha mengeruk keuntungan dari segala aspek termasuk permainan yang disukai masyarakat.[Dms]

Penulis : Amma Faiq

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.