20 April 2024
3 / 100

Oleh: Hadaina, S.Si

Rasanya semua orang menyadari beberapa hari terakhir ini kasus kekerasan seksual terhadap perempuan (KtP) dan anak (KtA) bermunculan menjamur tiada henti. Fakta pun memperlihatkan bahwa tiap tahunnya, baik secara kuantitas maupun kualitas kasus tersebut terus meningkat. Data Kemen PPPA menyebut, pada 2019, kasus KtP tercatat sekitar 8.800 kasus. Pada 2020 sempat turun di angka 8.600 kasus. Lalu data November 2021 kembali mengalami peningkatan di angka 8.800 kasus. Yakni, dalam 3 tahun terakhir sampai November 2021 telah terdapat 26. 200 permasalahan KtP. Dari informasi sebanyak itu, kekerasan raga menggapai 39%, kekerasan psikis 29,8%, serta kekerasan intim 11,33%. Sisanya kekerasan ekonomi. Berbeda dengan KtA yang memiliki kasus lebih signifikan. Kemen PPPA menyebut, pada 2019, terjadi sebanyak 11.057 kasus, 11.279 kasus pada 2020, dan 12.566 kasus hingga data November 2021. Dari data tersebut, 45% berupa kekerasan seksual, 19% kekerasan psikis, 18% kekerasan fisik, dan sisanya kekerasan ekonomi.

Maraknya kasus kekerasan baik KtP maupun KtA yang mencuat di permukaan bukanlah total dari banyaknya kasus-kasus yang terjadi. Ini adalah fenomena gunung ES, mengingat kasus KtP atau KtA—apalagi kekerasan seksual—banyak terjadi di ranah privat. Tidak semua orang berani melapor, apalagi membawa kasusnya ke jalur hukum.

Hari ini tidak ada satu tempat pun yang aman dari terjadinya tindak kekerasan. Di semua tempat, kekerasan bisa terjadi dan pelakunya bisa saja orang yang paling dekat dan dihormati, seperti saudara, bahkan orang tua di rumah; di tempat umum, lembaga sekolah, bahkan di pondok pesantren sebagaimana terjadi akhir-akhir ini. Hal ini jelas menunjukkan ada kerusakan parah dalam hubungan masyarakat. Nampak dari hilangnya kepedulian, rasa kemanusiaan serta penghormatan kepada sesama manusia, apalagi proteksi terhadap anak di bawah umur.

Upaya dalam penghapusan kasus kekerasan seksual terkhusus KtP sudah banyak dilakukan. baik secara global maupun nasional. Dimulai dengan CEDAW pada 1979 serta The Beijing Platform for Action (BPfA) pada 1985, setelah itu diratifikasi oleh negara-negara anggota PBB. Tetapi, kenyataannya, seluruh itu tidak sanggup menghindari, terlebih memberantas terbentuknya KtP. Kekerasan masih saja terjalin, tercantum di negeri maju, semacam Amerika, Inggris, serta Prancis. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Tingginya KtP memperlihatkan lemahnya ketentuan yang lahir dari ide manusia. Buktinya, bermacam-macam kesepakatan, konvensi, serta ketentuan tentang penghapusan tindak kekerasan, baik skala internasional, regional, ataupun nasional, tidak sanggup memberantas tuntas KtP dari masa ke masa. Malah kian menyuburkannya.

Akar Masalah

Bila kita cermati, maraknya kekerasan seksual terhadap wanita sebetulnya disebabkan tidak terdapatnya proteksi terhadap wanita, baik dalam lingkup negara, masyarakat, ataupun keluarga akibat sedikitnya uraian tentang kewajiban tiap-tiap lingkup dan tidak berlakunya ketentuan baku di tengah umat. Adapun regulasi semacam UU PKS yang diusahakan dan dipercaya dapat memberantas kasus kekerasan seksual terkhusus perempuan tidak memerhatikan preventif yang justru hal utama dalam penuntasan kasus kekerasan seksual.

Ini semua akibat cengkeraman sistem sekuler kapitalisme. Sistem kehidupan sekuler memberi kebebasan bagi perilaku menyimpang, seperti aktivitas pacaran, L98T, dan sejenisnya. Belum lagi kedudukan media yang banyak memicu pemenuhan naluri seksual secara liar. Sistem ini sudah menggerogoti ketakwaan orang. Walhasil, kriminalitas gempar terjalin, mulai dari perundungan, penganiayaan, pelecehan, intimidasi, sampai pembunuhan. Kasus-kasus semacam ini merupakan dampak pelaksanaan sistem sekularisme sehingga sejatinya tidak akan berakhir hanya dengan pergantian UU ataupun pembuatan RUU yang notabene berasal dari benak manusia yang lemah serta terbatas. Sudah sepantasnya dilakukan penggantian aturan kapitalis sekuler saat ini dengan aturan dari Sang Pencipta yakni aturan Islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Wallahua’lam.

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.