20 April 2024
64 / 100

Tren Positif Kasus Pengaduan Kekerasan terhadap Anak

Dimensi.id-Sudah lazim ditelinga kita soal kasus kekerasan terhadap anak. Kekerasan tersebut bentuk dan variable nya beragam. Mengutip dari laman resmi kemensos, kekerasan terhadap anak dapat dikategorikan ke dalam 4 (empat) jenis ; fisik, psikis, seksual dan sosial. Kesemua bentuk kekerasan tersebut memberikan dampak negative bagi anak (sebagai korban atau objek kekerasan).

Meskipun pemerintah telah membentuk lembaga resmi seperti KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) juga KOMNAS HAM serta berbagai LSM sebagai upaya mitigasi dan pengurangan tindak kekerasan terhadap anak, namun pada faktanya kasus seperti ini semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data pengaduan yang diterima oleh KPAI pada periode semester awal 2022 (Januari – Juni) terdapat sejumlah 1358 pengaduan dari 2010 kasus.

Pengaduan berasal dari kasus yang beredar hampir di seluruh wilayah Indonesia, dengan total korban sejumlah 1718 anak. (sumber bank data perlindungan anak, dipublikasikan pada 24 Agustus 2022, kpai.go.id)

Tentu kita ingin melihat data dari tahun-tahun sebelumnya sebagai perbandingan agar diperoleh tren yang lebih signifikan. Masih mengacu pada bank data yang diterbitkan oleh KPAI, kasus pengaduan anak dari satu klaster tercatat sejumlah 24974 kasus pengaduan anak periode 2016-2020. Ini baru data dari klaster perlindungan, belum data terlapor dari klaster pemenuhan hak. Untuk tahun 2021, tercatat sejumlah 5953 kasus pengaduan dari klaster perlindungan dan pemenuhan hak anak. Jika ditampilkan dalam table, sebagai berikut :

 

Tahun

2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022

Jumlah Kasus

4622 4579 4885 4369 6519 5953

2010

Ket.

Klaster I Klaster I Klaster I Klaster I Klaster I Klaster I & II

Klaster I & II

Klaster I

Pengaduan Perlindungan Anak

Pengaduan Pemenuhan Hak Anak

Klaster II

 

 

Catatan :

  • Grafik dibuat berdasarkan data yang dihimpun oleh KPAI dan dilaporkan melalui bank data periode 5 tahunan (2016 – 2020) di laman resmi KPAI
  • Data 2021 dan 2022 tidak penulis buat grafik karena ada penambahan klaster pengaduan untuk tahun 2021 dan data belum lengkap untuk 2022.
  • Data 5 tahunan (2016 – 2020) cukup mewakili tren kasus pengaduan kekerasan terhadap anak
  • Bentuk kekerasan yang terjadi beragam ; fisik, psikis, seksual dan sosial

 

Ilusi Penanganan Kekerasan terhadap Anak

Dengan melihat tren melalui grafik di atas, setidaknya kita bisa menilai seberapa efektif amandemen sejumlah peraturan yang diadopsi Indonesia serta keterlibatan institusi pendidikan, LSM dan pemerintah dalam menangani kasus ini. Masyarakat berharap kehadiran berbagai Lembaga perlindungan hak anak dapat menjadi payung hukum selain untuk menjamin terpenuhinya hak anak, juga mencegah dan menumpas kekerasan dan tindakan diskriminatif terhadap anak. Namun lagi-lagi itu semua jauh panggang dari api, jika kasus yang terlapor saja menunjukkan tren positif tentu data di lapangan jauh lebih besar lagi. Bahkan kasus yang terjadi diakhir-akhir ini lebih kejam dan sadis seperti penyekapan seorang anak selama bertahun-tahun untuk dijadikan budak seks komersil. Juga kasus eksploitasi (perdagangan) anak dengan dalih hutang, ibu bunuh anak karena ekonomi atau pelecehan seksual di lingkungan sekolah oleh oknum guru atau teman.

 

Kita tidak sedang main-main dengan data. Data yang ada adalah puncak dari fenomena gunung es di lapangan yang wajib diselesaikan dengan solusi yang jelas dan tegas.

Meskipun pemerintah telah menetapkan hukuman bagi pelaku kekerasan juga mendengungkan slogan kota layak anak, sejatinya sama sekali tidak memberikan kebaikan dan jaminan hilangnya kejahatan ini.

Islam, Solusi Efektif dalam Mengatasi Tindak Kejahatan

Penanganan kasus kekerasan yang tidak memberikan efek jera kepada pelaku cukup menjadi alasan meningkatknya fenomena kejahatan ini.

Jika melihat solusi Islam dalam menangani kasus kekerasan dan eksploitasi pada anak, mustahil kejahatan semacam ini menjadi tren positif. Dalam literasi sejarah yang orisinil disebutkan setidaknya  ada 200 kasus kejahatan yang terjadi selama 13 abad selama Islam berkuasa. 200 kasus tersebut mewakili seluruh kejahatan manusia yang terjadi di era pemerintahan Islam. Ini suatu hal yang menakjubkan. Bagaimana tidak, 1300 tahun dalam peradaban yang terbentang luas dari Benua Eropa, Afrika hingga Asia tercatat hanya 200 kasus. Ini membuktikan bahwa islam kala itu telah berhasil menumpas kejahatan (jarimah) dengan prestasi yang sangat luar biasa.

Negara Islam dengan syariat Islamnya yang sempurna dan paripurna mampu mewujudkan kehidupan ideal bagi manusia dan peradaban. Allah, sebagai asy syari’ (pembuat hukum) telah menetapkan syariat khusus dalam perihal sanksi hukum atas tindak kejahatan (jarimah). Syariat ini yang disebut sebagai uqubat (sanksi hukum sesuai syariat Islam).

Ada 4 (empat) jenis ; hudud, jinayat, ta’zir dan mukholafat. Hudud merupakan sanksi yang telah ditetapkan kadarnya oleh syara’. Diyat merupakan sanksi yang diberikan atas pelanggaran terhadap badan yang didalamnya mengandung qishas (balasan yang setimpal) dan diyat (denda harta). Ta’zir merupakan sanksi yang penetapannya diberikan oleh Khalifah berdasarkan ijtihad sesuai kaidah syara’. Sedangkan mukholafat merupakan sanksi atas pelanggaran terhadap peraturan yang ditetapkan oleh negara.

Terkait kasus kekerasan terhadap anak, maka Islam akan melihat berdasarkan jenis kejahatan yang dilakukan pelaku. Jika tindakan yang dilakukan masuk kategori kekerasan fisik maka pelaku dijatuhi hukuman jinayat. Jika tindak yang dilakukan berupa kekerasan seksual maka pelaku dijatuhi hukuman hudud berupa rajam/dibunuh bagi pelaku yang sudah menikah atau di cambuk 100x bagi pelaku yang belum menikah. Selain itu, pelaku akan dikenai sanksi ta’zir jika tindakan yang dilakukan berupa ancaman, celaan atau pencemaran nama baik, penculikan dan pencabulan.

Kesemua sanksi hukum sesuai syariat Islam tersebut bersifat jawazir yakni menimbulkan efek jera dan jawabir yakni mampu menebus dosa. Dengan adanya sanksi yang tegas seperti ini, sangat efektif dalam menumpas kasus kejahatan terhadap anak. Dengan melihat bukti sejarah, sudah dipastikan Negara Islam tak hanya menjadi negara layak anak, bahkan negara layak manusia secara keseluruhan, sebagaimana karakter Islam yakni agama rahmatanlil’alamiin.[Dms]

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.