27 Maret 2024
8 / 100

Dimensi.id-Viral judul beberapa berita “Mahasiswa UI Ditabrak, Meninggal, Jadi Tersangka”. Hal ini memang aneh tapi nyata, peristiwa yang menimpa Muhammad Hasya Atallah Saputra atau Hasya, membuat BEM UI melihat fenomena Sambo jilid dua. Dikarenakan Satuan Lalu Lintas Polres Metro Jakarta Selatan (Satlantas Polrestro Jaksel) menetapkan Hasya yang sudah meninggal dunia sebagai tersangka kasus kecelakaan lalu lintas, dan menganggap sebagai bentuk rekayasa kasus.

 

“Bagi kami, fenomena ini seperti Sambo jilid dua. Kepolisian semakin hari semakin beringas dan keji, kita lagi-lagi dipertontonkan dengan aparat kepolisian yang hobi memutarbalikkan fakta dan menggunakan proses hukum untuk jadi tameng kejahatan,” kata Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang dalam siaran pers kepada wartawan di Jakarta (Republika.co.id,29/1/2023).

 

Hasya menjadi korban kecelakaan di Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jaksel pada Kamis (6/1/2023) malam WIB. Mahasiswa FISIP UI tersebut meninggal tidak lama setelah kecelakaan yang melibatkan AKBP (Purn) Eko Setio Budi Wahono. Seorang yang berada di tempat kejadian perkara (TKP) saat itu, mendatangi terduga pelaku dan meminta membantunya untuk membawa hasya ke rumah sakit (RS). Namun, Eko Setio menolaknya. BEM UI memastikan siap mengawal kasus tersebut hingga tuntas. Melki memastikan, BEM UI akan terus bersuara demi tercapainya keadilan bagi almarhum Hasya. Kuasa hukum almarhum Hasya, Gita Paulina juga turut menyayangkan perilaku terduga penabrak Hasya.

 

Mempertanyakan Profesionalisme Penegakan Hukum di Indonesia

 

Pihak kepolisian menjelaskan bahwa Eko tak bisa dijadikan tersangka karena berada pada jalur yang seharusnya dan tak merampas hak orang lain di jalan. Jelas keanehan ini membuat berita makin mengular, bahkan hingga mengorek pribadi terduga penabrak.

 

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso prihatin dengan nasib Hasya yang tewas dan ia menyebut Hasya sebagai korban ganda atau double victim. Sebab, Hasya meninggal dalam kecelakaan itu, tapi malah dijadikan tersangka oleh kepolisian. “Dia menjadi korban ganda (double victim). Setelah mati, dilabel tersangka pula, hanya untuk sekadar memberi rasa aman mantap pada purnawirawan Polri pangkat AKBP agar tidak dituntut,” ujar Sugeng (kompas.com,29/1/2022).

 

Sugeng mengatakan, keluarga korban ataupun kuasa hukumnya punya hak untuk tahu kenapa polisi menjadikan Hasya sebagai double victim dan mendorong agar polisi membuka gelar perkara bersama keluarga korban dan kuasa hukum. Polisi harus transparan untuk menegakkan Presisi. Jangan karena pelaku adalah polisi, korban sulit mendapat keadilan. Kekecewaan keluarga korban bisa menambah daftar panjang ketidakpercayaan publik kepada Polri.

 

Dan bukankah ketidakpercayaan itu sudah terjadi? Berbagai kasus yang menimpa lembaga kepolisian dari mulai korupsi, kolusi, rekayasa dan pembunuhan berencana menunjukkan ada tingkat depresi yang tinggi dalam lembaga negara yang seharusnya berada di garda terdepan dalam menjaga keamanan rakyat dan negara. Boleh dikata, yang terjadi justru merekalah trouble maker hilangnya rasa aman pada rakyat.

 

Rakyat semestinya kritis dan harus mempertanyakan, dimana profesionalisme penegakkan hukum di Indonesia yang selalu sebutkan sebagai negara hukum. Padahal profesionalisme menjadi salah satu hal penting yang harus dimiliki dalam profesi apapun, apalagi pada institusi penegak hukum. Dan dalam sistem kapitalis, Hukum sering dapat diperjual belikan. Putusan-putusan yang dijatuhkan seringkali mengusik hati, koruptor dibebaskan karena kooperatif, pezina hanya dihukum wajib lapor karena memiliki balita, mendapat remisi dan lain-lain karena hari besar agama dan lainnya. Sementara di sisi lain, mati mengenaskan karena dikeroyok massa, dipenjara bersama balitanya malah ada yang sambil memberi ASI.

 

Belum lagi kasus suap menyuap agar hukum diringankan bahkan ditiadakan, dengan memanfaatkan nepotisme, banyak dari mereka yang kasusnya akhirnya menguap sendiri. Terlebih, hal yang sudah jelas masuk dalam katagori kriminal berat, dengan kata “ balas Budi” menjadi seringan kapas. Jika mengikuti persidangan kasus Ferdi Sambo, sangat jelas terlihat bagaimana perlakuan petinggi polisi terhadap hukum yang berlaku.

 

Hanya Islam Yang Mampu Memberikan Keadilan Hukum

 

Dalam kapitalisme hari ini banyak produk hukum yang tidak memenuhi unsur keadilan, sungguh berbeda dengan sistem Islam yang menjunjung tinggi supremasi hukum. Banyak dari kaum Muslim yang mengaku Muslim namun enggak mempelajari bahkan menerapkan syariat atau hukum Islam. Alasannya beragam, ini bukan negara Islam, jika syariat diterapkan itu melanggar HAM, Islam tidak mengatur politik dan hukum.

 

Dalam Islam, kedudukan semua warga termasuk pemimpin di hadapan hukum sama, tidak ada yang lebih diistimewakan satu dengan yang lainnya. Pun jika warga itu adalah kafir Dzimmi ( yang ada udah bersedia tunduk diatur syariat). Sebagaimana yang terjadi pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, yang melihat baju shirahnya dicuri seseorang Yahudi, ketika dihadapkan ke pengadilan, Khalifah meski yakin dengan tanda-tanda yang terdapat di baju perangnya namun karena kurang saksi maka ia kalah dan Yahudi menang.

 

Si Yahudi heran, dan merasa kagum dengan peradilan Islam, seketika itu ia masuk Islam. Dan masih banyak lagi fakta yang membuktikan bahwa Islam memberikan keadilan yang hakiki, jika tidak, mana mungkin akan bertahan selama 1300 tahun, dan hingga hari ini belum ada peradaban mana pun yang bisa mengunggulinya. Dalam kasus Hasya terkatagori pembunuhan tak sengaja, namun bukan berarti tidak ada sanksi yang dijatuhkan.

 

Selama sekulerisme belum dicabut, maka syariat tidak akan bisa diterapkan. Padahal dengan syariat, tidak ada kesenjangan sosial hukum atau kecemburuan antar masyarakat. Maka semestinya akidah kita meyakini apa yang sudah difirmankan Allah SWT yang artinya,” Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” ( QS Al Maidah 5:50). Wallahu a’ lam bish showab. [DMS].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.