24 April 2024
Kapitalisme
64 / 100

Dimensi.id-Presidensi G20 2022 telah meresmikan dana pandemi atau Pandemic Fund dalam acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada Ahad, 13 November 2022 di Nusa Dua, Bali. Tujuan dibentuknya pandemic fund oleh negara-negara anggota G20 adalah antisipasi jika terjadi pandemi lagi di masa depan.

Program ini juga diklaim bisa menjadi arsitektur kesehatan global yang andal dan antisipatif terhadap pandemi. Sehingga, jika terjadi pandemi lagi tidak akan memakan banyak korban jiwa dan meruntuhkan sendi-sendi perekonomian global.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut inisiatif dana cadangan pandemi atau pandemic fund dana yang terkumpul sejumlah US$ 1,4 miliar atau setara dengan Rp 21,7 triliun, dan memperkirakan dana itu berpotensi terkumpul lebih dari US$ 4 miliar atau setara dengan Rp 62 triliun. Perhitungan itu muncul setelah ada sejumlah negara yang baru saja menyampaikan komitmen untuk memberikan sumbangsihnya. (Tempo.co)

Dana ini akan digunakan untuk membiayai sistem pencegahan, kesiapsiagaan, dan respon terhadap pandemi di masa yang akan datang. Bencana pandemi covid-19 yang menerjang dunia global 3 tahun terakhir menjadi pukulan telak di semua negara, tak terkecuali di negara-negara maju.

Kapitalisme Gagal Menangani Pandemi

Publik seharusnya menyadari kegagalan penanganan pandemi covid-19 di dunia global ini, bukan semata-mata faktor alamiah, pandemi itu sendiri. Melainkan kegagalan tersebut, akibat penerapan sistem kapitalisme.

Sistem kapitalisme memiliki ciri khas yaitu menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan utama dalam setiap kebijakannya termasuk dalam sistem kesehatan. Sistem kesehatan kapitalisme dibangun dari paradigma bisnis.

Perjanjian General Agreement On Trade In Services (GATS) yang dibuat oleh World Trade Organization (WTO) pada bulan Januari 1995 menjadikan 12 sektor jasa sebagai jalan kran investasi dan liberalisasi. Dan sektor kesehatan menjadi salah satu dari sektor tersebut.

Sehingga publik bisa melihat model kebijakan kapitalis dalam menangani pandemi justru lebih mengutamakan keuntungan materi daripada nyawa manusia.

Pada awalnya dunia global gagap menghadapi pandemi karena masih mementingkan urusan ekonomi akhirnya penyebaran semakin meluas dan keluarlah kebijakan lockdown global yang mematikan ekonomi dunia. Sistem Kapitalisme menyadari kabijakan tersebut sangat merugikan, maka muncul kebijakan new normal yang justru semakin menambah krisis kesehatan, karena banyak menimbulkan korban jiwa.

Alhasil, collapsnya 2 sektor penting kehidupan sekaligus yakni kesehatan dan ekonomi memberi efek krisis domino yang luar biasa dibidang lainnya. Tak berhenti sampai disitu, tatkala umat manusia membutuhkan obat untuk menangani dan mencegah infeksi covid-19, kapitalisme memandang sebagai sebuah yang kesempatan besar. Terbukti dengan pembuatan vaksin yang digunakan sebagai ladang bisnis industri-industri kesehatan.

Dikutip dari (cnbcindonesia.com) Perusahaan AstraZeneca mencatat pendapatan setahun penuh sebesar US$ 37,4 miliar atau sekitar Rp. 536 triliun.

Bahkan kabar terbaru vaksin-vaksin yang beredar ternyata belum benar-benar turuji klinis. Begitu pula dengan kebijakan tes PCR sebagai syarat perjalanan, nyatanya tes ini dijadikan ladang bisnis penguasa kapitalisme.

Inilah akar masalah kegagalan dunia menghadapi pandemi, persoalannya adalah paradigmatik yakni kesehatan legal untuk dikapitalisasi, sehingga pandemic fund bukan solusi fundamental karena solusi ini hanya terkait dengan bantuan pendanaan bukan persoalan paradigmatik. Jadi, sistem kesehatan kapitalisme tidak akan mampu membangun arsitek kesehatan yang handal untuk menghadapi bencana kesehatan.

Islam Solusi Tuntas Manangani Kesehatan

Satu-satunya sistem yang berhasil melindungi nyawa manusia baik dalam kondisi normal ataupun pandemi adalah sistem kesehatan Islam. Rasulullah SAW ketika menjabat sebagai kepala negara Madinah pernah mendatangkan dokter untuk Ubay (HR. Muslim)

Ketika Nabi mendapatkan hadiah dokter dari Raja Muqauqis, dokter tersebut beliau jadikan sebagai dokter umum bagi masyarakat (HR. Al-Bukhari, Muslim, At-Tirmizi dan Ahmad)

Dari dalil ini pula, Islam memandang kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar publik yang mutlak ditanggung oleh negara. Negara wajib membiayai semua fasilitas layanan kesehatan. Mulai dari sarana kesehatan, rumah sakit, obat-obatan, tenaga medis dan sebagainya. Kesehatan haram dikapitalisasi siapapun baik individu, swasta atau negara.

Realisasi jaminan kesehatan yang demikian ditopang oleh sistem keuangan Islam yang kokoh. Dalam Islam, sistem keuangan terwujud dalam bentuk Baitul Mal. Baitul Mal memiliki 3 pos, yaitu pos kepemilikan umum, pos kepemilikan negara dan pos zakat.

Untuk menjamin biaya kesehatan beserta kelengkapannya negara Islam yakni Khilafah bisa mengambil dari pos kepemilikan umum. Pemasukan pos ini berasal dari hasil SDA yang dikelola oleh negara. Sementara untuk biaya nakes dan ketersediaannya negara bisa mengambil dari pos kepemilikan negara. Pos ini berasal dari harta usyur, kharaj, jizyah, ghanimah, ghulul dan sejenisnya.

Dana inilah yang akan digunakan Khilafah Islam untuk menanggung biaya kesehatan, sehingga tidak ada satupun warga negara yang tidak mendapat jaminan kesehatan secara gratis dan berkualitas. Baik kaya ataupun miskin mereka mendapat layanan kesehatan yang sama.

Sehingga negara-negara tak perlu patungan untuk membiayai layanan kesehatan. Apalagi jika patungan dana tersebut melibatkan pihak swasta seperti pandemic fund, bisa dipastikan masyarakat lagi-lagi akan merogoh kocek mereka untuk mendapatkan jaminan kesehatan.
Wallahu a’lam bi ash showwab.

Penulis : Hamzinah (Pemerhati Opini Medsos)

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.