8 Mei 2024

Dimensi.id-Seiring dengan terus meningkatnya kasus penyebaran wabah Covid-19. Akhirnya pemerintah menggelontorkan anggaran ratusan triliun untuk penanggulangan dampak ekonomi pasca pandemi.

Awalnya bantuan tersebut menuai respon positif dari masyarakat. Namun pada akhirnya, justru mengundang masalah yang kontroversial. Semua itu terjadi karena adanya keterlambatan pendistribusian bantuan yang disebabkan hal sepele, yakni habisnya stok kemasan atau kantong bertuliskan “Bantuan Presiden”.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Padjajaran, Yogi Suprayogi, menyebut permasalahan kekurangan kemasan untuk mendistribusikan bantuan sebagai permasalahan teknis yang seharusnya dapat diselesaikan oleh Kementrian Sosial. Yogi menilai aksi distribusi bantuan sosial dengan kantong berlabel “Bantuan Presiden”, bermuatan politis dan erat kaitannya dengan pencitraan. (Tirto.id 30/04/2020)

Pelabelan kantong tersebut menuai banyak kritik dan pertanyaan besar. Pasalnya, bantuan tersebut berasal dari bantuan negara yang didanai oleh APBN milik rakyat. Bukan bantuan personal dari presiden. Maka seyogyanya, pelabelan “Bantuan Presiden” di kantong bantuan sosial, dianggap tidak perlu dilakukan.

Pada dasarnya, yang dibutuhkan masyarakat adalah bantuan nyata yang didistribusikan secara serentak dan merata. Karena banyak masyarakat yang hingga saat ini belum menerima bantuan sosial seperti yang telah dicanangkan oleh presiden Jokowi tersebut.

Pendataan masyarakat penerima bantuan sosial dianggap tidak akurat, karena tidak sedikit penerima bantuan justru terkesan salah sasaran. Verifikasi data diperlukan untuk menghindari penerima bantuan ganda, serta mengutamakan warga yang seharusnya diprioritaskan dalam menerima bantuan sosial.

Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, mengkritik pemerintah dalam persoalan pendataan. Untuk saat ini, setiap kementrian memiliki survei data secara mandiri. Akibatnya, data yang dimiliki pemerintah pusat dengan pemerintah daerah menjadi tidak sinkron. Seharusnya pemerintah pusat memiliki basis data yang terintegrasi. Sehingga big data di tingkat nasional dapat diantisipasi. ( CNNIndonesia 09/05/2020)

Selain tidak sistematisnya pendataan, jenis bantuan yang beragam juga dinilai tumpang tindih. Sehingga menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya kekacauan dalam proses penyaluran bantuan.

Harus kita sadari, polemik pandemi yang dihadapi masyarakat di negeri ini, tidak dapat diselesaikan hanya dengan sebuah kantong bertuliskan “Bantuan Presiden” saja. Sejatinya masyarakat membutuhkan solusi tuntas untuk mengatasi krisis ketahanan pangan saat ini. Adalah Islam satu-satunya sistem yang akan menyelamatkan manusia dan dunia dari berbagai malapetaka, sekaligus pemberi solusi terhadap seluruh problematika di tengah masyarakat.

Pandemi yang mengglobal ini, akhirnya telah menampilkan behind the scence para rezim kapital. Terbukti secara nyata bagaimana ketidakmampuan negara dalam menyelamatkan manusia dari pandemi yang merajalela. Negara yang berperan sebagai tokoh utama dalam layar sistem kapitalisme ini, nyatanya tidak mampu menjalankan perannya sebagai Raa’in (pelayan/ pengurus), padahal sudah seharusnya pemenuhan hajat hidup masyarakat menjadi tanggung jawab negara, terlebih disaat pandemi wabah melanda.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya“. (HR. Muslim dan Ahmad)

Belajar dari kepemimpinan Khalifah Umar bin Khatab dalam menangani krisis pangan  akibat bencana, telah diceritakan oleh Malik bin Aus yang berasal dari Bani Nashr, beliau berkata:

“Saat terjadi tahun kelabu, Umar mendatangi kaumku. Mereka berjumlah seratus kepala keluarga dan mereka menempati padang pasir. Umar biasa memberi makan orang yang mendatangi dirinya. Yang tidak datang dikirimi tepung, kurma dan lauk pauk ke rumahnya. la mengirim bahan makanan kepada kaumku berbulan-bulan. Umar biasa menjenguk orang sakit dan mengafani orang mati. Saya melihat kematian menimpa mereka hingga mereka memakan kulit. Umar sendiri mendatangi mereka dan menyalati mereka. Saya melihat ia menyalati sepuluh jenazah sekaligus. Setelah salam, Umar berkata, “Keluarlah dari kampung menuju tanah yang kalian nantikan.” Umar membopong orang lemah hingga sampai ke negeri mereka”.

Dari kisah tersebut, dapat kita lihat bahwa sosok pemimpin yang benar-benar tulus menjalankan amanahnya untuk mengurus rakyat, lahir dari sistem kepemimpinan yang menerapkan aturan sempurna sesuai Syariat Islam. Pemenuhan kebutuhan masyarakat oleh negara, semata-mata karena bentuk ketaatan dan sebuah perwujudan dari kewajiban yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Sang Pencipta. Bukan atas dasar politisasi ataupun pencitraan semata. Wallahu’alam bishawab.

Penulis : Ammy Amelia (Member Akademi Menulis Kreatif)

Editor : azkabaik

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.