24 April 2024
8 / 100

Dimensi.id-Seorang bayi berusia empat bulan di Desa Mattoanging, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan meninggal dunia setelah dibanting ke lantai. Di Medan, Sumatera Utara, pasangan suami istri diduga karena cekcok, kemudian  suami gorok leher  istri hingga tewas bersimbah darah  di pinggir jalan Mandala By Pass, Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan. Dan yang tak kalah bengis, Cristian Rudolf Tobing pelaku pembunuhan Ica, temannya sendiri ternyata sempat belajar tata cara membunuh tanpa suara dari internet selama tiga hari. Hal itu dibenarkan oleh Kasubdit Jatanras Polda Metro Jaya, AKBP Indriwienney Panjiyoga,”Pelaku melakukan seacrhing di internet bagaimana cara membunuh tanpa suara. Itu dia (Rudolf) pelajari selama tiga hari.” Niatan membunuh, entah disengaja atau tidak, ternyata juga tidak dilakukan oleh perorangan saja. Kapolsek Pesanggrahan Komisaris Polisi Nazirwan mengatakan jajarannya telah mengamankan 6 remaja yang diduga  pelaku tawuran di kawasan Jalan Bintaro Permai Raya pertigaan pojok Kodam, Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Pada saat diamankan ditemukan senjata tajam berbagai jenis.

Junnah itu Hari ini Bukan Negara

Kekerasan marak dimana-mana, semua bisa jadi pelaku, remaja, dewasa, suami,istri bahkan ibu terhadap anaknya hingga pendeta. Rasa aman rakyat hilang berganti was-was, bagaimana jika suatu saat mejadi korban atau bahkan pelakunya, seolah kejahatan semakin hari semakin dekat saja, kemarin masih melihat, membaca dan menonton di media sosial, hari ini bisa saja terjadi nyata di sekitar lingkungan kita tinggal. Menjadi pertanyaan besar betapa mahal harga keamanan di negeri ini, mengapa?

Terlebih jika melihat suasana politik hari ini, para pejabatnya sibuk kontestasi dan persiapan menuju tangga kepresidenan. Setiap calon presiden yang diusung ditampakkan seolah layak menjadi kandidat pemimpin berikutnya yang pasti lebih baik. Haluan koalisi pun tak peduli lagi apakah membawa misi Islam atau Nasionalisme, yang penting maju mendapatkan kursi kepresidenan atau setidaknya ada jatah di kementerian.

Dimana rakyat? sibuk melihat sidang peradilan mantan Kepala Kadivpropram, Sambo, yang kini menjadi pesakitan karena menjadi otak pembunuhan terencana anak buahnya sendiri. Sembari mengelus dada, lembaga kepolisian yang semestinya menjaga rakyat  sesuai semboyannya “Pengayom Rakyat” ternyata malah menjadi jagal untuk sesama polisi. Belum lagi kasus korupsi, pemerasan, perdagangan narkoba dan lain sebagainya. Lembaga Legislatifnya pun tak beda, operasi tangkap tangan KPK terhadap Hakim Agung Dimyati makin meyakinkan rakyat bahwa tak ada lagi yang bisa dipercaya.

Sangat memalukan, di negeri dengan mayoritas penduduknya Muslim namun angka kriminal tinggi rasa aman menghilang. Padahal Rasulullah saw sebagai suri teladan utama kaum Muslim jelas bersabda,”Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari). Juga sabda beliau saw yang lain,”Sesungguhnya seorang Imam itu( laksana) perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah Azza wa Jalla dan adil, maka dengannya dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa atau azab karenanya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dengan mempelajari secara mendalam dari berbagai hadist yang membahas bab Khilafah dan al-imamah, di dapati secara jelas Rasulullah saw, para sahabat dan para tabiin yang meriwayatkan dua hadist di atas tidak membedakan antara lafadz Khilafah dan imam. Artinya keduanya memiliki konotasi yang sama sehingga ketika dikatakan lafadz Imam maka yang dimaksud Khilafah. Dan semua mazhab bersepakat bahwa khilafah adalah imamah kubro. Ia adalah pengurus da penguasa tertinggi bagi kaum Muslim menggantikan Rasulullah dalam mengurusi urusan rakyat. Ia juga menjadi perisai (Junnah) karena dialah satu-satunya yang bertanggungjawab sebagi perisai umat.

Hal ini mengharuskan sosok yang kuat, berani dan terdepan. Bukan orang yang pengecut dan lemah. Kekuatan ini bukan semata dari pribadinya tetapi pada institusi negaranya. Kekuatan pribadi dan negara  ini dibangun di atas pondasi yang sama yaitu akidah Islam. Bukan sekuler atau memisahkan agama dari kehidupan pribadi dan negara. Hari ini yang belum terwujud. Para calon pemimpin yang hari ini sibuk untuk pemilu 2024 samasekali tak ada yang fokus terhadap hal ini, kalaulah pribadinya Islami tidak lantas berangkat dari akidah Islam yang kuat, buktinya mereka masih kompromi dengan sistem hari ini, demokrasi yang pondasinya sekuler.

Islam Wajibkan Negara Menjamin Rasa Aman

Negara seharusnya berperan sebagai Raa’in dan junnah bagi semua rakyatnya. Termasuk berkewajiban membina pribadi rakyatnya menjadi pribadi yang baik, beriman dan bertakwa. Namun tak cukup hanya itu, yang terutama adalah jaminan kesejahteraan bagi rakyat itu nyata. Tak bisa dipungkiri, adanya tekanan hidup yang luar biasa  dari mulai mahalnya berbagai harga bahan kebutuhan pokok akibat kenaikan harga BBM, tingginya kebutuhan pelayanan masyarakat seperti listrik, air, transportasi, pendidikan, kesehatan dan lainnya membuat rakyat harus berjibaku sendirian. Secara fitrah kemampuan setiap orang tak sama, bagi yang lemah kemudian ahli warisnya ataupun walinya juga lemah, maka negaralah yang mengambil alih mengurusi mereka. Sayangnya, peran negara sangat minim, bahkan bisa dibilang bertolak belakang. Selalu mengatakan APBN berbeban berat karena harus fokus memberi subsidi rakyat, namun disaat yang sama APBN diobok-obok untuk pembiayaan IKN, infrastruktur raksasa tak guna bahkann hingga pembiayaan kendaraan listrik bagi ASN dan anggota parlemen.

Belum lagi dengan keramahan penguasa negeri ini terhadap Kaum kapitalis dengan membiarkan perampokan harta-harta kaum Muslim dimana seharusnya mereka berserikat di dalamnya dan negara sebagai pengelolanya. Ya, atas nama investasi, sumber daya alam yang berlimpah bergulir ke tangan para penjajah. Kekayaan hanya berputar pada pejabat-pejabat rakus berikut para pemilik modal yang menjadi tuan mereka. Padahal, jika benar penguasa negeri ini memosisikan dirinya sebagai pengurus, maka jaminan sejahtera bukan hanya isapan jempol.

Maka menjadi urusan yang sangat mendesak untuk mencabut sistem batil hari ini dan menggantinya dengan syariat. Dan agar umat keperluannya terlayani dan terlindungi jiwa raganya. Tidakkah kita rindu bagaimana saat Al-Mu’tashim memenuhi jeritan wanita Muslimah yang kehormatannya di nodai oleh tentara Romawi, melumat habis Amuriah, yang mengakibatkan 9000 tentara Romawi terbunuh dan 9000 lainnya menjadi tawanan? atau tidak rindukah kita ketika Sultan Abdul Hamid menolak permintaan Yahudi untuk menyerahkan tanah Palestina? Hari ini nasib saudara kita di Myanmar, Palestina, Uighur dan lainnya tak jauh beda dengan kita. Menderita dan sengsara. Wallahu a’lam bishshowab. [DMS]

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.