19 April 2024
Habis Gelap
56 / 100

Dimensi.id-Peringatan hari antikorupsi sedunia (Hakordia) yang jatuh setiap tanggal 09 Desember tampaknya masih bertahan pada seremonial semata, dimana setiap tahunnya pemberantasan korupsi di Indonesia kian mendekati titik nadir, kepercayaan publik terhadap Lembaga Antikorupsi pun semakin anjlok, apalagi setelah pengesahan RKUHP yang justru mengurangi hukuman bagi para koruptor, seolah mendeglarasikan bahwa korupsi bukan lagi kejahatan serius ditengah maraknya korupsi dikalangan politisi.

Penetapan R. Abdul Latif Amin Imron Bupati Bangkalan sebagai tersangka kasus korupsi, menambah daftar panjang kepala daerah yang menjadi pesakitan komisi antirasuah. Tingginya angka korupsi dikalangan politisi bagai pertunjukan yang layak dipertontonkan para penguasa, bahkan mungkin masih ada daftar politisi yang belum tertangkap, tentu kita menolak lupa bagaimana kelanjutan kasus Harun Masiku proses penangkapannya telah menguap.

‘Berdasarkan data penindakan KPK sepertiga pelaku korupsi yang diungkap selama 18 tahun terakhir berasal dari lingkup politik baik Legislatif (DPRD maupun DPR RI) dan kepala daerah dengan jumlah 496 orang. (antikorupsi.org/id –  11/12/22)

Sedangkan berdasarkan data KPK, sejak 2004-2022 dari segi penindakan sudah ada 22 gubernur, 161 bupati/wali kota dan wakil, 297 pejabat eselon I-III. Dan jika berdasarkan tindak pidana total kasus penyuapan mencapai 867 kasus. (Tirto.id – 09/12/22)

Pupus sudah harapan rakyat, para pemangku kekuasaan yang seharusnya menjalankan check and balances, menghentikan laju korupsi justru merekalah yang dengan kompak menunjukkan kesewenangan-wenangannya. Berkolaborasi menjadi oligarki untuk mengeruk kekayaan negeri demi kepentingan dan kesejahteraan kelompok dan pribadi.

Diadakannya revisi-revisi  undang-undang KPK jauh dari penyelesaian yang justru berakibat pada menurunnya kadar independensi dan integritas KPK.

Diperparah dengan RKUHP yang telah disahkan menjadi KUHP dimana memuat sejumlah pasal kontroversial yang diantaranya ada pada  pasal 603 pengurangan hukuman bagi koruptor. Koruptor paling sedikit dipenjara selama 2 tahun yang sebelumnya (4 tahun) dan maksimal 20 tahun, begitupun dengan denda paling sedikit kategori II 10 juta yang dulunya (200 juta) dan paling banyak 2 miliar.

Selamat datang di negeri demokrasi, tidak adanya keadilan bak konsekuensi, jabatan dan kekuasaan bisa dibeli, keadilan menjadi suatu kemewahan. Dalam sistem demokrasi sekuler suatu tindak pidana dilindungi dan tidak diberantas dengan tuntas, adanya revisi UU dan KUHP membuktikan bahwa hukuman korupsi bisa dikompromikan dikurangi masa hukuman bahkan bebas dari jeratan hukum.

Kondisi ini tidak akan terjadi dalam Islam, karena kepemimpinan dan kekuasaan merupakan amanah, tanggung jawab yang bukan hanya dihadapan manusia di dunia tetapi juga di hadapan Allah.

Tegaknya sistem Islam menicayakan nilai-nilai yang berkembang maupun aturan yang diterapkan di tengah masyarakat akan lahir dari wahyu bukan buah hasil pemikiran manusia yang dangkal dan memperturutkan hawa nafsu.

Sistem peradilan dan sanksi yang dihasilkan  begitu tegas memberikan efek jera, jawabir (penebus) yang berarti menebus dosa pelaku di dunia dan tidak akan dibalas diakhirat kelak. Serta zawajir (pencegah) yang berarti mencegah manusia lainnya untuk berbuat kejahatan  serupa.

Hal itu telah di contohkan oleh Khalifah Umar bin Khathab guna menjaga terpelesetnya pejabat negara dari melakukan tindak korupsi, beliau melakukan audit terhadap harta kekayaan pejabatnya. Umar menghitung kekayaan mereka sebelum serah terima jabatan, lalu menghitung ulang setelah selesai melaksanakan tugasnya.

Sikap tegas Umar ini tampak ketika beliau mengangkat Utbah bin Abi Sufyan sebagai wali di suatu wilayah. Ketika Utbah kembali ke Madinah dengan membawa kekayaan yang besar, Umar bertanya, “Min aina laka hadza, ya Utbah? (Kau dapatkan dari mana hartamu ini, hai Utbah?)” Utbah menjawab, “Aku keluar ke sana dengan uangku sambil berdagang.” Umar berkata, “Aku mengutusmu sebagai wali negeri, tidak mengutusmu sebagai pedagang karena sebenarnya dagangan dan kekuasaan itu tidak sama. Oleh karena itu, masukkanlah hartamu ke baitulmal kaum muslim.”

Wallahu’alam bishawwab[Dms]

Penulis : Indi Lestari, A.md

 

 

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.