2 Mei 2024
Gen Z: Peduli Bumi, Jangan Basa-basi
58 / 100

Dimensi.id-Permasalahan lahan diangkat menjadi topik dalam forum Risalah Akhir Tahun yang diselenggarakan seluruh Indonesia. Pasalnya permasalahan lahan di Indonesia kian parah. Bahkan solusi dari pemerintah sendiri tak memberikan solusi yang memberikan kesejahteraan bagi rakyat.

Data Dunia menunjukkan bahwa menurut laporan terbaru WMO (Organisasi Meteorologi Dunia), yang dikeluarkan pada Rabu (17/52023), ada kemungkinan 66 persen bahwa rata-rata tahunan suhu global di dekat permukaan antara tahun 2023 dan 2027 akan lebih dari 1,5 derajat celsius di atas tingkat pra-industri (1850-1900) selama setidaknya satu tahun. Ada kemungkinan 98 persen bahwa setidaknya satu dari lima tahun ke depan, dan periode lima tahun secara keseluruhan, akan menjadi rekor terpanas.

Penyebab dari meningkatnya suhu bumi tersebut tidak lain adalah dari penggunaan lahan yang tidak semestinya. Salah satunya adalah pembakaran hutan yang dilakukan secara sengaja untuk membuka lahan. Adapun fakta yang ada di Kalimantan selatan terjadi kabut yang pekat  Dikutip dari Kompas News, Berdasarkan pengukuran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, indeks standar pencemar udara (ISPU) di Kalsel sudah masuk kategori tidak sehat.

Pada Senin (2/10/2023), ISPU di Kota Banjarmasin tercatat sebesar 169 mikrogram per meter kubik dan di Kota Banjarbaru tercatat sebesar 113 mikrogram per meter kubik. Keduanya sudah berwarna kuning atau tidak sehat. Menurut akademisi UGM Secara umum, penyebab langsung kebakaran hutan Kalimantan terjadi karena pembakaran hutan secara sengaja oleh oknum perusahaan yang memiliki izin konsesi (Yunianto,2020)[5] . Tindakan ini dilakukan karena dirasa sebagai jalan pintas yang efektif, efisien dan tak memerlukan biaya yang lebih banyak dibandingkan metode tanpa bakar (Putri, 2019)[6] .

Demikian pula fakta yang  diungkapkan dalam forum Risalah Akhir Tahun di Banjarmasin oleh salah satu pembicara yang merupakan korban dari perampasan lahan untuk industri swasta. Irma Oktavianita menyatakan bahwa “Perampasan lahan dilakukan oleh pengusaha ternama di kota Baru serta lahan dibuka untuk pertambangan tanpa izin.

Masyarakat melakukan protes kepada perusahaan tersebut namun perusahaan hanya menjanjikan ganti rugi. Masyarakat juga berupaya untuk melaporkan kepada pemerintah dan polisi setempat. Tetapi mereka juga harus menelan pil pahit bahwa perusahaan menuntut blok masyarakat atas tuduhan pencemaran nama baik. Dari fakta tersebut dapat kita ketahui bahwa ada keberpihakan aparat negara terhadap perusahaan.

Hal tersebut seiring dengan pemaparan materi yang di sampaikan oleh Rufiati, S.Ak,M.E bahwa “Kalsel mengalami permasalahan lingkungan yang terus berulang setiap tahunnya terjadi kebakaran hutan dan lahan yang disebabkan oleh perusahaaan yang ingin menekan biaya pembukaan lahan industri. Data juga menunjukkan bahwa hampir seluruh lahan di Kal-Sel digunakan untuk perkebunan kelapa sawit.

Dikutip dari Warta  Wasaka bahwa berdasarkan data statistik perkebunan tahun 2022, Kalsel memiliki luasan kelapa sawit sebesar 443 ribu 802 hektar. Luasan ini dikelola 89 perusahaan perkebunan besar swasta/negara, dan sekitar 24 persen diusahakan oleh pekebun rakyat dengan luas mencapai 107 ribu 582 hektar.

Selain perkebunan kelapa sawit, lahan di Kal-sel juga digunakan untuk pertambangan batu bara oleh swasta secara berlebihan membuat alam rusak berdampak pada kehidupan diantaranya banjir, longsor, pergerakan tanah dan lain-lain. Hal tersebut membuat masyarakat harus menerima dampaknya. Dikutip dari kompas News bahwa ada 5 perusahaan batu bara yang dikuasai swasta diantaranya Adaro, Arutmin, Jhonlin, PT Bangun Banua Persada, dan Hasnur Group.

Fakta dan data tersebut dapat disayangkan karna sebagian besar kekayaan alam di Kalsel bukan dinikmati oleh rakyat tapi hanya segelintir pengusaha. Bahkan kepemilikan negara pun hanya sedikit. Pemerintah seolah tidak memiliki kuasa untuk menutup perizinan pertambangan tersebut.

Hanya upaya penghijauan lahan kembali yang dilakukan yang tidak memberikan solusi yang mengembalikan kesejahteraan rakyat. Bukan hanya itu, tetapi generasi Indonesia terancam sulit untuk memiliki lahan untuk tempat tinggal karena lahan telah dijadikan komoditas bukan sebagai penyejahteraan masyarakat itu sendiri.

Sistem Politik oligarki yang berasaskan sekulerisme telah menyuburkan benih-benih penindasan segelintir orang yang berkuasa atas lahan yang harusnya menjadi kepemilikan umum. Mereka para investor hanya menginginkan untung sebanyak-banyaknya tidak memperdulikan nasib rakyat yang tinggal di daerah tersebut.

Hal ini juga didukung oleh pemerintahan yang lemah terhadap oligarki yang ada. Bahkan mirisnya lagi para pejabat lah yang memiliki sebagian dari perusahaan tersebut. Maka masih percaya kah dengan sistem politik yang hadir ditengah kita saat ini? Menawarkan berbagai solusi namun tiada berhasil. Hanya mendatangkan masalah baru yang tiada berujung.

Dengan demikian dapat kita ketahui  bahwa bumi yang didalamnya terdapat  lahan merupakan salah satu ciptaan Allah yang diberikan kepada manusia sebagai tempat tinggal yang dapat menyejahterakan semua makhluk hidup yang tinggal di dalamnya. Maka siapa yang lebih mengetahui tentang segala aturan untuk lahan tersebut? Tentu yang menciptakannya yaitu Allah Rabb Semesta Alam. Kembalikan fungsi lahan sebagaimana yang telah diatur oleh Sang Pencipta.

Hikmawati, SE, M.M selaku Dosen serta aktivis menyatakan bahwa solusi dari segala masalah yang ada hanyalah dengan menerakan sistem khilafah karena khilafah merupakan sistem yang mengurusi, perisai (pelindung) bagi umat manusia. Dengan menegakkan hukum-hukum syara’ bersumber dari Allah. Beliau juga menguraikan bahwa regulasi lahan (Paradigma pembangunan ekonomi tentang lahan) adalah lahan bersumber dari Allah sehingga aturan pengelolaan lahan harus berdasarkan aturan dari Allah, regulasi tata ruang (regulasi tata negara khilafah yang melindungi dan menyejahterakan perempuan dan generasi) dalam sistem khilafah keadaan manusia dan generasi sangat diperhatikan oleh negara yang membuat masyarakat terjamin kehidupannya, regulasi syariah kaffah dalam mitigasi bencana dalam sistem khilafah pembangunan suatu gedung/rumah sangat diperhitungkan bukan hanya menjad tempat berlindung tetapi juga menjadi bangunan yang melindungi masyarakat dari bencana.

Penerapan sistem khilafah yang harus dipahami adalah tidak dapat dilakukan secara individu-individu melainkan harus menyatukan kaum muslimin dalam satu kepemimpinan Islam. Sudah saatnya kaum muslimin menyadari bahwa tidak ada sistem pemerintahan yang dapat membuat bumi ini baik serta sejahtera selain sistem khilafah islam.

Wallahu a’lam bishashawab

Penulis : Rahayu (Komunitas Muslimah Muve On)

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.