15 Mei 2024
8 / 100

Dimensi.id-Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari menilai para difabel dapat menjadi pahlawan ekonomi Nusantara.

 

“Saya melihat sendiri bagaimana saudara-saudara kita yang difabel itu, mereka bisa kemudian menjadi pahlawan-pahlawan ekonomi Nusantara. Mereka itu bisa menjadi misalnya tukang foto keliling, kemudian berjualan di pasar, dan berbagai profesi lain yang sangat luar biasa. Juga saya melihat di perkantoran, luar biasa mereka menjadi desainer, dan lain-lain itu luar biasa,” ujarnya dalam kegiatan Edukasi Keuangan Bagi Penyandang Disabilitas di Aula Serbaguna Perpustakaan Nasional, Jakarta, dengan tema “Menuju Masyarakat Indonesia Merdeka Finansial” (antaranews.com, 15/8/2023).

 

Friderica lantas mengajak seluruh pelaku usaha jasa keuangan untuk memberikan kemudahan dan fasilitas bagi mereka yang difabel, seperti mempermudah penyandang disabilitas dalam membuka rekening, pembiayaan kredit bagi pelaku usaha, hingga memperoleh produk asuransi.

 

Frederica mengakui, ada tantangan bagi penyandang difabel di Indonesia, yaitu rendahnya memahami literasi keuangan) sehingga belum ada kesetaraan akses produk dan jasa keuangan di Indonesia. Saat ini yang dilakukan secara inklusi dengan menyediakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) untuk disabilitas dan baru Bank Negara Indonesia (BNI) yang menyediakan fasilitas tersebut.

 

Difabel Pahlawan Ekonomi Berikutnya, Kemudahan atau Eksploitasi?

 

Sebutan pahlawan ekonomi, tulang punggung perekonomian negara selama ini disematkan kepada pelaku usaha UMKM, itu pun belum menunjukkan hasil yang signifikan meskipun pemerintah sudah menggenjot dengan berbagai cara. Kini, penyandang disabilitas atau difabel juga dilamar untuk bisa memajukan perekonomian hingga berhak menyandang gelar pahlawan. Bukankah kalimat ini terasa perih di hati ketika dibaca?

 

Hingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan berupaya mempermudah akses keuangan bagi penyandang disabilitas atau difabel karena penyandang disabilitas guna tercapainya tujuan yang digadang selaras dengan rencana strategis pembangunan jangka panjang negeri ini. Sebab mayoritas mereka juga bagian dari sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

 

Di satu sisi, benar bahwa para penyandang disabilitas perlu dilatih kemandirian, namun seharusnya negara membantu secara nyata dan tidak mengeksploitasi mereka dengan dalih pemberdayaan, apalagi membiarkan mereka dalam medan persaingan dengan pengusaha secara umum. Sedangkan UMKM saja masih kembang kempis mempertahankan eksistensi yang hampir rubuh karena penguasaan market place perusahaan rintisan dan pemanfaatan algoritma media sosial , semisal Tik Tok dengan program barunya Project S Tik Tok.

 

Senyatanya, program kesetaraan akses produk dan jasa keuangan bagi penyandang difable adalah bukti nyata negara yang melepaskan tanggung jawabnya dan membiarkan rakyat yanhberkebutuhan khusus ini menanggung beban sendiri. Yang normal saja seolah tak hanya memeras keringat untuk mencukupi kebutuhan pokoknya, tapi sudah darah bahkan nyawa sementara beban hidup kian berat.

 

Harga-harga kebutuhan pokok yang terus naik, berbagai pungutan selain pajak dan BPJS yang terus digencarkan, sementara negara terus menambah utang, terus menambah impor berbagai barang kebutuhan pokok yang di negeri sendiri susah melimpah. Entah itu beras, gula, bawang merah dan lainnya. Cukup berat bagi yang normal, bagaimana dengan yang menyandang disabilitas? Semestinya cukup mereka bisa mandiri, memenuhi kebutuhan sendiri, sementara kebutuhan komunal seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan dijamin oleh negara pemenuhannya, sama dengan mereka yang normal.

 

Islam menghargai dan menghormati para penyandang disabilitas. Memberikan mereka kemandirian bukan lantas memaksa mereka untuk berdaya secara ekonomi, namun inilah fakta kebijakan yang lahir dari sistem ekonomi kapitalisme, jangankan disabilitas, perempuan pun yang dalam Islam tidak berkewajiban menafkahi dirinya sendiri seumur hidupnya, dalam kapitalisme justru menjadi mesin perekonomian.

 

Mekanisme dalam Islam dalam Menyejahterakan rakyat adalah dengan penjaminan langsung terkait kebutuhan publik seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan. Tidak ada perbedaan antara kaya dan miskin, muslim maupun non muslim sepanjang mereka adalah warga negara khilafah maka akan mendapatkan akses yang sama. Pembiayaannya berasal dari kas Baitul Mal. Kas pendapatan Baitul Mal berasal dari pengelolaan kekayaan alam yang berlimpah, yang jika dalam Islam terkatagori kepemilikan umum atau rakyat dan negara.

 

Kemudian penjaminan tidak langsung adalah terkait sandang, papan dan pakan. Ketiganya dijamin negara dalam bentuk akses yang adil dari mulai pembukaan lapangan pekerjaan bagi yang baligh dan mampu, hingga segala sesuatu yang dibutuhkan rakyat dari permodalan, pelatihan dan lainnya. Sebab negara benar-benar mendorong rakyat untuk mandiri dan swadaya, tanpa menyandarkan kepada negara asing. Pihak asing tak ada tempat untuk mengambil keuntungan semata dari penderitaan rakyat.

 

Jika ada warga yang benar-benar tak mampu mencari nafkahnya entah karena sakit menahun, tua dan lainnya maka negara akan menyantuni dan mengambilkan apa yang dibutuhkan dalam Baitul Mal. Wallahu a’lam bish showab. [DMS].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.