28 Maret 2024
64 / 100

Dimensi.id-Hari Raya Idul Fitri merupakan momen membahagiakan bagi seluruh umat Muslim di dunia. Sayangnya, momen membahagiakan lebaran tahun 2023 ini, harus dicederai dengan kabar mengejutkan. Yakni kembali melonjaknya virus Covid-19.

Dilansir oleh CNBCIndonesia (22/05/2023), virus Covid-19 varian baru subvarian Arcturus atau XBB 1.16 telah terkonfirmasi merebak di beberapa negara di dunia, termasuk Indonesia. Virus varian ini diklaim lebih menular dibandingkan varian lainnya. Di tanah air, angka kematian akibat virus ini terus naik. Selama kurun waktu 15-22 April 2023, angka kematian naik menjadi 13 kasus dari sebelumnya 12 kasus. Sementara kasus aktif yang awalnya 10.448 naik menjadi 10.881. Begitupun dengan jumlah pasien yang dirawat mengalami kenaikan dari 1.573 menjadi 1.617. 

Menanggapi hal ini, Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Mohammad Syahril mengimbau agar masyarakat selalu waspada dan menjaga kesehatan serta kembali menggunakan masker. Menurutnya, meskipun terjadi kenaikan kasus, tapi masih stabil sebab angka kematian masih di bawah standar WHO yaitu 1/100.000. (Sehatnegeriku Kemenkes.go.id, 18/04/2023)

Sangat Bahaya, Butuh Penanganan Segera

Penularan virus Covid-19 subvarian Arcturus yang lebih cepat dari varian lainnya, mengindikasikan bahwa virus ini demikian berbahaya dan butuh penanganan segera. Sayangnya, saat ini penjagaan justru makin longgar.  Masyarakat juga sepertinya sudah menganggap sepele akan virus ini. Padahal para ilmuwan di Universitas Tokyo sudah mengonfirmasi betapa bahayanya virus Covid-19 subvarian Arcturus ini. Mereka membandingkan subvarian Arcturus dengan varian lainnya, dan hasilnya virus subvarian Arcturuslah yang memiliki potensi penyebaran lebih cepat yaitu 1,17 hingga 1,27 kali. Virus varian ini pun diklaim lebih kebal terhadap antibodi yang tertinggal di tubuh dari infeksi Covid-19 sebelumnya. (Kompas.com, 14/04/2023)

Merujuk pada fakta tersebut, maka kesiapan negara untuk menangani virus ini sangat dibutuhkan. Bukan hanya peringatan kewaspadaan, tetapi pemerintah harus segera mengambil tindakan agar virus Covid-19 subvarian Arcturus tidak berkembang lebih jauh di negeri ini. Seperti dengan melarang perjalanan ke luar negeri dan membatasi serta menutup celah para wisatawan asing masuk ke tanah air. 

Sayangnya, hal demikian tidak dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah tampak abai. Hal ini terlihat dari sikapnya yang hanya menganjurkan melakukan vaksinasi serta mengimbau masyarakat untuk menjaga kesehatan dan memakai masker. Padahal jelas hal itu tidak akan mampu menghentikan sebaran virus. Jika tidak dibarengi dengan penguncian wilayah (lockdown) serta pelarangan tegas bagi warga lokal maupun asing untuk keluar masuk negeri ini. 

Bukti Kegagalan Sistem Kapitalisme-Sekuler 

Sejatinya, penyebaran wabah Covid-19 yang pesat di dunia hingga bermutasi menghasilkan varian-varian baru, semakin mengonfirmasi kegagalan sistem Kapitalisme dalam menangani pandemi. Kapitalisme telah gagal memberikan solusi solutif bagi kehidupan.  Pasalnya itung-itungan materi lebih dominan dibanding keselamatan dan kemaslahatan manusia. 

Maka tidak heran, sejak awal munculnya kasus Covid-19 dan secara global menyebar ke seluruh penjuru dunia, para penguasa dalam sistem Kapitalisme tidak pernah konsisten dalam mengeluarkan kebijakan. Mereka hanya melakukan upaya tambal sulam. Hal ini karena cara pandang kapitalistik membuat negara-negara di dunia termasuk WHO lebih memilih menyelamatkan ekonomi daripada nyawa rakyatnya. Maka pantas saja, penanganan pandemi dalam sistem Kapitalisme demikian lambat dan berlarut-larut. Bukannya tuntas, malah semakin parah.

Penanganan pandemi dalam sistem Kapitalisme hanya berfokus pada 3 T, (Testing, Tracing, Treatment) juga 5 M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan, mengurangi mobilitas) serta pemberian vaksin. Padahal sejatinya, kebijakan tersebut tidaklah cukup tanpa penguncian wilayah (lockdown syar’i). Karena lockdown-lah kunci keberhasilan penanganan wabah. Sebagaimana kita ketahui, tanpa lockdown syar’i rantai penyebaran wabah baru terus bermunculan. Tentunya, lockdown syar’i ini juga wajib disertai dengan kebijakan dukungan kebutuhan asasi rakyat lainnya dari negara seperti makanan dan obat-obatan. 

Islam Menuntaskan Pandemi Sampai ke Akar

Islam hadir ke dunia ini sebagai solusi bagi seluruh masalah kehidupan. Termasuk wabah mematikan seperti virus Covid-19. Islam memiliki mekanisme yang jelas dan ampuh dalam menangani wabah. Baik dari sisi aturan karantina, maupun jaminan pengobatan.

Ketika terjadi wabah, negara yang menerapkan aturan Islam akan berjuang sekuat tenaga agar wabah segera teratasi. Negara Islam pun akan memberikan bantuan secara merata kepada korban wabah dan memberikan vaksin serta obat-obatan yang telah teruji klinis secara teknologi. Namun tentunya vaksin ini bukan satu-satunya andalan negara Islam dalam memutus wabah. 

Untuk mengatasi wabah mematikan, negara Islam akan melakukan penanganan langsung ke akarnya. Yakni dengan cara menerapkan lockdown syar’i (karantina/isolasi) di daerah asal wabah. Sehingga tidak ada peluang munculnya masalah baru sebagaimana dalam aturan Kapitalisme.

Rasulullah saw. bersabda: “Apabila kalian mendengar ada wabah di suatu tempat, maka janganlah kalian memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kalian berada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya.” (HR. Imam Muslim)

Lockdown syar’i ini dilakukan secara terpusat dalam satu komando; di bawah tanggung jawab kepala negara (Khalifah). Konsep lockdown syar’i dalam Islam tidak mengenal sekat-sekat negara bangsa atau kedaerahan. Sehingga konsep lockdownsyar’i ini merupakan kunci keberhasilan pemutusan rantai wabah. 

Melalui penerapan lockdown syar’i, tidak sampai memakan waktu satu tahun wabah sudah tertangani dengan tuntas. Hal ini sebagaimana wabah Tha’un Amwas yang terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Melalui penerapan lockdown syar’i hanya butuh waktu delapan bulan untuk menyelesaikan wabah. Padahal pada saat itu, penanganan wabah dilakukan dengan teknologi seadanya, belum secanggih sekarang. Apalagi bila penanganannya didukung dengan sarana dan teknologi secanggih saat ini, tentu tak akan membutuhkan waktu bertahun-tahun seperti penyelesaian wabah ala metode Kapitalisme. 

Demikianlah penjelasan tentang betapa sempurna Islam dalam mengatur dan menyelesaikan masalah kehidupan. Oleh karena itu, tidak ada cara lain bagi dunia saat ini selain kembali kepada Islam kafah. Karena hanya Islamlah satu-satunya sistem yang mampu menjadi solusi solutif dalam menyelesaikan masalah wabah mematikan. [Dms]

Wallahu a’lam bi ash-shawwab.

Penulis : Reni Rosmawati (Ibu Rumah Tangga)

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.