23 April 2024
Dakwah
66 / 100

Dimensi.id-Setelah Khilafah Utsmaniyah runtuh pada tahun 1924 M, umat Islam dihantam dengan berbagai persoalan kehidupan. Bagaimana tidak, didera oleh penderitaan berkepanjangan yang tak kunjung usai, musibah demi musibah yang menyelimutinya tak kunjung lepas, dan kezaliman demi kezaliman yang dirasakan tak kunjung tuntas.

Menceritakan umat Islam hari ini, membuat hati kita tersayat. Kaum muslim khususnya penguasa (negara) yang seharusnya menerapkan Islam secara kafah justru malah menerapkan aturan sekuler yang berasal dari Barat dengan sempurna. Padahal dalam Islam, haram hukumnya bagi kaum muslim untuk memilah sebagian syariat Islam dari kehidupan dengan berkiblat pada ide sekularisme sebagaimana saat ini. Siapa pun yang mengaku mukmin, maka tidak layak berdiam diri menyaksikan kezaliman yang ada.

Wajib Menerapkan Islam Secara Kafah

Cahaya Islam tidak akan terpancar kecuali jika kaum muslim mempraktikkan Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan. Secara tegas firman Allah Swt. dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 208 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah (keseluruhan), dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu”.

Maka dari itu, umat Islam diperintahkan untuk hanya menerapkan seluruh syariat yang dibawa oleh Rasulullah saw. tanpa tapi, tanpa nanti. Jadi, tidak ada jalan lain yang harus ditempuh seorang muslim selain dengan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dan sempurna sebagai konsekuensi dari keimanan.

Penerapan syariat juga terhadap nonmuslim merupakan metode praktis dalam dakwah Islam kepada nonmuslim. Adakah jalan yang lebih baik bagi nonmuslim untuk menyaksikan kebenaran Islam selain hidup dengan sistem Islam itu sendiri, mengalami kedamaian, ketenangan, dan keadilan hukum Allah Swt.?

Bergerak Mengambil Metode Dakwah Rasulullah

Sistem Islam tidak akan bisa diterapkan secara kafah, kecuali dengan institusi besar yaitu negara yang disebut dengan Daulah Khilafah Islamiah. Kerinduan kaum muslimin telah membuncah untuk mengembalikan peradaban Islam yang agung.

Rasulullah saw. telah memberikan contoh kepada umatnya sebuah metode dakwah dalam menegakkan syariat Islam. Umat Islam akan mendapati bahwa metode dakwah Rasulullah saw. sesungguhnya ditempuh melalui beberapa tahapan yang khas, namun esensinya tidak boleh berubah.

Pertama, Marhalah Tatsqif wa Takwin (Tahapan Pembinaan dan Pengkaderan). Upaya membentuk para pengemban dakwah yang bersyakhshiyyah Islam dengan aqliyah (pola pikir) dan nafsiyah (pola sikap) Islam. Tahap pembinaan ini dilakukan dengan penginternalisasian akidah dan tsaqofah Islam. Maka akan terlahir para pejuang Islam yang ikhlas dan rela berkorban demi Islam dan umat, sekalipun nyawa sebagai taruhannya. Serta memiliki pemikiran yang cemerlang (mustanir). Berlanjut hingga pembentukan jemaah dakwah.  Inilah tahapan yang melahirkan kader-kader inti.

Kedua, Marhalah Tafa’ul Ma’al Ummah (Tahapan Interaksi dan Perjuangan di Tengah-tengah Umat). Tahap ini adalah proses menyampaikan ide-ide Islam kepada umat secara terang-terangan. Inilah tahap yang penuh dengan halang dan rintang. Tahap kedua ini merupakan pergolakan politik, pertarungan pemikiran antara adat istiadat, budaya, kepercayaan orang-orang terdahulu (nenek moyang) dengan Islam.

Ketiga, Marhalah Tathbiq Ahkamul Islam (Tahapan Pelaksanaan Hukum Islam). Terdapat indikasi pada tahap ini, yakni semakin kuatnya dukungan umat terhadap perjuangan pelaksanaan Islam kafah. Umat siap dan rela berkorban bersama-sama dengan pikiran, harta, waktu, tenaga bahkan nyawa untuk menjaga institusi negara, yakni Daulah Khilafah Islamiah.

Dengan bergeraknya kaum muslimin dan tegaknya Khilafah, maka umat akan hidup dalam satu naungan kepemimpinan, yakni dipimpin oleh seorang Khalifah. Yang kemudian khalifah akan menerapkan sistem Islam secara kafah, baik syariat yang mengatur ketiga dimensi di dalam wilayah kehidupan manusia. Khalifah akan menjaga kemurnian akidah umat ini dari segala macam pemahaman yang menyimpang, yang tidak bersumber dari akidah maupun hadharah Islam. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Qur’an surah Al-Anbiya ayat 107 yang artinya: “Tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi alam semesta”.

Penulis : Fitria Zakiyatul Fauziyah CH (Mahasiswi STEI Hamfara Yogyakarta)

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.