25 April 2024
6 / 100

Dimensi.id-Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk segera sahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Hal ini disampaikan oleh Komisioner Komnas HAM Koordinator Sub Komisi Pemajuan HAM, Anis Hidayah ,“Sehingga dapat segera dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) bersama pemerintah,” ujar Anis.

 

Komnas HAM juga mendorong DPR RI dan pemerintah untuk mempertimbangkan hasil kajian Komnas HAM sebagai salah satu rujukan dalam pembahasan RUU PPRT. Hasil kajian itu berupa penelitian tentang urgensi ratifikasi konvensi International Labor Organization (ILO) 189 tentang Pekerjaan yang layak bagi pekerja rumah tangga (kompas.com,22/1/2023).

 

Menurut Anis, Komnas HAM berkesimpulan bahwa ratifikasi konvensi ILO 189 dapat mendorong kondisi HAM yang kondusif bagi penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak-hak PRT. Ratifikasi konvensi tersebut juga dapat menjadi norma rujukan dalam penyusunan dan pembahasan RUU PPRT. Untuk itu, Anis berharap DPR dan pemerintah membuka ruang partisipasi publik seluas-luasnya selama proses pembahasan RUU PPRT sebagimana diatur dalam Pasal 5 huruf g UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 13 Tahun 2021.

 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memerintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly dan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah untuk berkonsultasi dengan DPR terkait progres RUU PPRT. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyatakan, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) tidak membuat relasi antara pekerja rumah tangga (PRT) dan pemberi kerja atau majikan seperti hubungan industrial. Ida mengatakan, pemerintah tetap meghormati adat dan budaya yang berkembang di masyarakat dengan mengakomodasinya ke dalam undang-undang. Ketentuan tersebut antara lain jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan bagi PRT yang selama ini belum diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan PRT.

 

Kendati demikian, Ida menegaskan bahwa RUU PPRT akan memuat ketentuan-ketentuan yang memberi perlindungan kepada para PRT. Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat menyebut, banyak orang yang beranggapan adanya diskriminasi terhadap penyelesaian RUU ini di DPR. “Berbeda dengan RUU yang menguntungkan para investor dan oligarki yang selalu dibuat cepat seperti RUU IKN dan Minerba, sementara RUU yang melindungi kalangan bawah yang tidak punya kemampuan lobi sepertinya sulit untuk bisa mendapatkan perhatian lebih dan penanganan cepat.” (bisnis.com,22/1/2023).

 

Persoalan ketenagakerjaan di negeri ini bahkan dunia masih saja menyisakan banyak persoalan. Baik itu pekerja industri, butuh pabrik, perkantoran maupun pekerja rumah tangga. Jika bukan perkara besaran gaji, konflik sesama pekerja bahkan hingga konflik pekerja dengan pemberi kerja. Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) mencatat, sepanjang 2015 hingga 2022, terdapat 3.255 kasus kekerasan yang dialami oleh PRT di Indonesia. Angka tersebut terus meningkat setiap tahunnya.

 

Melihat angka kekerasan terhadap PRT yang terus meningkat, Achmad menyebut tak ada alasan lagi bagi DPR maupun eksekutif untuk menunda-nunda pengesahan RUU ini. Sebab, urgensinya telah terpenuhi dengan banyaknya kasus yang terjadi. Jika RUU PPRT ini disahkan, lanjut Achmad, maka PRT akan mendapatkan perlindungan hukum, dan bisa melindungi mereka dari tindak kekerasan, diskriminasi, pelecehan dan eksploitasi. Selain itu, RUU tersebut diharapkan dapat menjamin kehidupan yang layak bagi PRT. Sungguh perjalanan yang panjang, 19 tahun untuk sebuah peraturan, ketika nanti disahkan pun belum tentu menjawab tuntas persoalan. Mengapa?

 

Kapitalisme Akar Persoalan Tenaga Kerja

 

Jawabannya adalah, sistem kapitalisme yang hari ini diterapkan penguasa yang berimbas pada hilangnya kesejahteraan para pekerja, sehingga setiap saat selalu saja ada kegaduhan yang ditimbulkan. Kapitalisme memandang pekerja sebagai bagian dari faktor produksi, sehingga ketika biaya produksi mahal atau semisal ada keguncangan perekonomian tenaga kerja adalah pihak yang paling rentan menjadi korban. Di antaranya jelas pemutusan hubungan kerja. Parahnya, tanggung jawab pemenuhan kesejahteraannya diletakkan di pihak pemberi kerja, jelas berat dan mengakibatkan ketidakjelasan masa depan pekerja, perusahaan dan pemberi kerja itu sendiri.

 

Paradigma penguasa pengemban kapitalisme masih untung rugi, sehingga lebih memilih perusahaan yang mampu memberi kontribusi besar pada pendapatan negara, pajak, kebijakan pun dibuat mudah bagi investor asing. Termasuk penerimaan berbagai kerjasama bilateral atau multilateral yang mengharuskan negara asing mengekploitasi kekayaan negeri ini berikut dengan pinjaman dan tenaga kerja asingnya. Mereka mendapat perlakuan istimewa yang belum tentu didapatkan oleh pekerja kita yang terpaksa bekerja di luar negeri.

 

Hadirnya RUU PPRT tidak akan menyelesaikan masalah relasi pekerja rumah tangga dengan majikannya saat ini sebab dalam lingkungan yang kapitalistik seperti sekarang, rakyat secara keseluruhan termasuk di dalamnya pekerja rumah tangga nyatanya tidak memiliki jaminan akan terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat, yaitu pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, juga keamanan. Selama ini dibebankan kepada perusahaan, itulah mengapa ditentukan UMR padahal semestinya negara. Sedangkan antara pekerja dan pemberi kerja hanyalah akad pekerjaan, jenis pekerjaan, lama waktu bekerja dan besaran upah sesuai kriteria yang dimaksud.

 

Islam Solusi Tuntas Masalah Ketenagakerjaan

 

Pada saat Islam memimpin, menjadi dasar pengaturan bangsa dan negara, hampir tidak ada konflik antara pekerja dan negara. Sebab, syariat Islam menjadi landasan dibangunnya peraturan, keputusan Khalifah mengatasi perbedaan, dan ada rakyat yang tunduk patuh pada syariat. Bekerja adalah bagian dari hukum syariat, Allah menjelaskannya yang artinya,”Kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka (istri-istri) dengan cara yang baik, tidaklah seseorang dibebani lebih dari kemampuannya, tidaklah seorang ibu menderita karena anaknya, dan tidaklah seorang ayah menderita karena anaknya. Dan pewaris berkewajiban seperti demikian.” (TQS al-Baqarah:233).

 

Dari ayat ini jelas ada kewajiban bagi negara sebagai institusi penerap syariat memberikan kemudahan bagi para laki-laki mendapatkan pekerjaan. Yang halal, layak, dan sesuai dengan keahlian mereka. Negara tidak akan membuka kerjasama dengan negara asing yang kemudian mengakibatkan jatuh dalam jebakan utang dan perjanjian yang melemahkan negara. Dan kebijakan ini komprehensif, seluruh aspek akan didorong untuk mendukung terwujudnya keadaan tidak ada pria, yang sudah wajib menafkahi atau bekerja untuk dirinya sendiri tidak bekerja.

 

Aspek pendidikan akan menggunakan kurikulum berdasarkan akidah yang membentuk kepribadian individu hanya bekerja untuk yang halal, terampil dan menguasai sains dan IPTEK. Dari sisi ekonomi, negara menyediakan lapangan pekerjaan yang sesuai kebutuhan, bahkan negara memiliki program “i’thoul Daulah” pemberian negara naik berupa benda bergerak maupun tidak, mulai tanah, rumah, mobil hingga hewan ternak atau uang. Semua dimaksudkan untuk kemudahan berusaha bagi mereka yang suka usaha sendiri atau wiraswasta.

 

Demikian pula dengan kesehatan dan keamanan. Semua menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya dengan tingkatan terbaik, sandang, papan, pangan juga menjadi perhatian negara, jika telah tertata sedemikian rupa, maka pekerja akan bekerja dengan optimal dan merasa percaya diri bahwa hidupnya terjamin meskipun ia hanya pekerja rumah tangga. Pengusaha dalam negara Khilafah tidak menjadi obyek penderita setiap kali butuh demo minta kenaikan upah, sebab ketika syariat diterapkan ia hanya wajib memberikan gaji sesuai dengan akad yang sudah dibuat antara ia dan pekerja. Keadaan ini tidak akan pernah bisa terwujud, selama sistem kapitalisme ini tidak dicabut. Allah SWT yg telah menantang manusia, “Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (TQS Al-Maidah:50). Wallahu a’lam bish showab. [DMS].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.