19 April 2024
56 / 100

Dimensi.id-Dilansir dari Tirto.id, Hasil survei nasional lembaga Indonesia Political Opinion (IPO) yang digelar sepanjang 1-7 Maret 2023 dengan menggunakan metode Multistage random sampling (MRS) menunjukkan bahwa kondisi politik hari ini di Indonesia tidak buruk. 42 persen responden menilai kondisi politik hari ini baik dan 1 persen menilai sangat baik.

Namun, dalam survei yang sama, 76 persen responden menilai kondisi politik hari ini tidak berdampak apa-apa ke kehidupan mereka. 5 persen sisanya menilai sangat tidak berdampak. Untuk kondisi ekonomi hari ini, 53 persen responden menilai kondisinya buruk dan 3 persennya sisa mengaku sangat buruk. Kondisi itu berpengaruh ke aktifitas rumah tangga 57 persen responden. Bahkan 8 persen lainnya mengaku sangat berdampak.

Di sektor lembaga penegak hukum, Polri menjadi lembaga yang paling tidak dipercaya. 51 persen responden tidak percaya dengan lembaga yang dipimpin Listyo Sigit Prabowo tersebut, 6 persen lainnya mengaku sangat tidak percaya. Angka ketidakpercayaan tersebut sangat tinggi jauh di atas lembaga penegak hukum lain, semisal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang hanya 37 persen, pengadilan yang hanya 24 persen, dan Kejaksaan Agung yang hanya 18 persen (tirto.id, 12/3/2023).

Masih dari hasil survey IPO, menyebutkan 41 persen responden mengatakan tidak puas atas kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi). Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah merinci sebanyak 41 persen responden menjawab tidak puas saat ditanya penilaian umum dan kepuasan atas pemerintahan Jokowi. “Sisanya, 43 persen menjawab puas, 9 persen menjawab sangat puas, 5 persen menjawab sangat tidak puas, dan 2 persen menjawab tidak tahu.”

Politik Baik Tapi Tak Berdampak Pada Rakyat

Indonesia Political Opinion (IPO) menunjukkan temuannya bahwa politik dalam keadaan baik, namun tidak berdampak baik pada rakyat. Secara tidak langsung hal ini menunjukkan bahwa politik tidak berpengaruh pada rakyat, namun jelas berpengaruh pada kelompok tertentu, yaitu oligarki. Dengan demikian nyatalah bahwa rakyat tidak diperhatikan. Dan ini adalah hal yang pasti terjadi dalam sistem demokrasi kapitalis, karena kekuasaan berada pada tangan pemilik modal.

Meskipun dalam sebuah survey kita tidak benar-benar tahu sample data yang diambil sebagai bahan survey, namun setidaknya, angka survey yang ditunjukkan bisa sedikit menggambarkan fakta yang terjadi di masyarakat. Seperti misalnya hasil survey kondisi ekonomi yang 53 persen menyatakan tidak sedang baik-baik saja. Bukankah ini ironi, negara sekaya Indonesia, perekonomiannya buruk, bahkan rakyat jelas mengatakan dalam survei sangat berdampak buruk pada kesejahteraan mereka.

Perekonomian sangat erat kaitannya dengan politik pemerintahan, sebab setiap kebijakan yang dikeluarkan itulah yang mempengaruhi pergerakan perekonomian. Kita lihat, banyak produk undang-undang negara ini yang jika diterapkan makin membuat sektor perekonomian babak belur. Dari sisi pekerja yang terus menerus dihimpit UU cipta kerja, urusannya selalu gaji dan ketidaksejahteraan. Di sisi lain pengusaha dituntut untuk memenuhi kebutuhan itu, padahal urusan produksi dan distribusi saja sudah memusingkan mereka sehingga muncul keputusan PHK massal.

Keputusan itu menjadi hal yang tak terhindarkan, daya beli masyarakat turun sedangkan harga bahan kebutuhan pokok berikut tarif listrik, air, kesehatan, pendidikan bahkan keamanan ikut merangkat naik. Tak bisa disalahkan, bagaimana pun pengusaha yang menjadi fokusnya adalah keuntungan.

Dari sejak sebelum Ramadan, harga-harga barang kebutuhan pokok merangkak naik. Setelah ini bakal disibukkan dengan urusan mudik, pastilah akan terjadi kekacauan dari sisi akomodasi, infrastruktur yang berkaitan dengan perjalanan ritual tahunan rakyat Indonesia berlebaran. Bahkan tarif tol di beberapa wilayah seperti Kalimantan sudah naik lebih dulu. Padahal, jalan tol adalah fasilitas umum yang dibangun dari uang rakyat dalam bentuk pajak. Akhirnya patut dipertanyakan apa itu politik dan mengapa meskipun hasil survei mengatakan baik, namun tingkat kesejahteraan rakyat bak bumi dan langit?

Satu sisi memperlihatkan masyarakat kaya yang suka flexing, di sisi lain memperlihatkan rakyat yang untuk makan saja harus mengemis atau bahkan melakukan tindak kriminal.

Politik dalam Islam Fokusnya Adalah Maslahat Rakyat

Politik dalam negara penganut kapitalisme demokrasi sebagaimana yang hari ini diterapkan oleh negara kita hanyalah sebatas cara-cara menuju kekuasaan. Maka, para pemimpin kita, petinggi partai hingga pengusaha opportunis berlomba-lomba mengisi hari-hari mereka mengupayakan agar bisa maju berpolitik dan mendapatkan kekuasaan. Rakyat dilibatkan seolah merekalah kelak yang bakal menikmati hasil kampanye politik mereka, padahal sekali-kali tidak! Rakyat hanya pemanis dalam sistem ini.

Selanjutnya, pemimpin terpilih dalam sistem ini akan mengumpulkan siapa-siapa tim suksesnya untuk diberi imbalan, maka kita kenal dengan istilah “bagi-bagi kue politik”. Serta sekaligus dilist siapa-siapa pengusaha yang telah menggelontorkan sejumlah dana untuk kemudian dibuatkan kebijakan yang pro mereka, berupa payung undang-undang untuk kepentingan mereka atas investasi dalam negeri kita. Biaya politik demokrasi memang sangatlah mahal, sedangkan faktanya tidak setiap orang mampu memiliki harta hingga sebanyak itu hingga muncul istilah “ politik balas budi”.

Politik balas Budi ini dampaknya luar biasa, sebab akhirnya menimbulkan celah korupsi dan lain sebagainya. Lantas, bagaimana pandangan Islam? Adakah politik dalam Islam? Jawabnya jelas ada! Politik dalam Islam dikenal dengan istilah siyasah yang maknanya adalah mengurusi urusan umat dengan syariat. Dan kewajiban ini jatuh di tangan negara. Maka, politik Islam, meniscayakan fungsi penguasa adalah pengurus raakyat, bahkan rakyatlah yang memiliki kekuasaan. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).

Negara berjalan sesuai dengan aturan Islam. Rakyat berkuasa secara hakiki, maka mereka dituntut untuk menjadi pemimpin yang benar-benar menjalankan fungsi kepemimpinanya mengurusi rakyat. Hanya dengan syariat, bukan yang lain, mereka adalah pribadi yang berbeda, tingkat ketakwaannya tertinggi, sebab ia sebagai penguasa akan diminta pertanggungjawaban jawaban di hadapan Allah. Kesadaran hubungannya dengan Allah benar-benar ia jadikan sebagai landasan ketika ia memutuskan sebuah kebijakan.

Rasulullah Saw berdoa, “Ya Allah, siapa saja yang memimpin (mengurus) urusan umatku ini, yang kemudian ia menyayangi mereka, maka sayangilah dia. Dan siapa saja yang menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia“. (HR. Muslim No 1828). Nampak jelas, setiap pemimpin berdekatan dengan laknat Allah jika ia menjadi pemimpin dan kemudian menyusahkan rakyatnya.

Ingin perubahan secara signifikan? Maka kunci utamanya adalah cabut sistem kufur ini dan ganti dengan syariat. Politik Islam, berasal dari wahyu, bukan politik abal-abal yang berasal dari keterbatasan manusia. Wallahu a’lam bish showab. [DMS].

Apa pendapatmu?

This site uses User Verification plugin to reduce spam. See how your comment data is processed.